OPEN RECRUITMENT BPPI FEB UNS 2017

Ayo ikut bersama Kami. Menjadi Mahasiswa Muslim yang Proaktif dan Inspiratif. BPPI 2017

RAMADHAN 1438 H

Ramadhan Awesome! Raih Ramadhan dengan Penuh Berkah, Mencari Taqwa. Ramadhan di Kampus.Coming Soon!!

One Step 2017

Jalan-Jalan, Penuh Pembelajaran, Home Stay, Games, Fun, Keakraban dan Islami. Coming Soon yak!

Ukhuwah Islamiyah

Karena ikatan ukhuwah begitu berharga.

Islam pasti akan menang!

Jangan bertanya,"Kapan Islam kembali berjaya?", karena cepat atau lambat Islam pasti menang. Tapi bertanyalah,"Apa peranmu dalam menyongsong kemenangannya?"

19 Mei 2014

Kunjungan BPPI FEB UNS ke Mizan FEB Undip

Badan Pengkajian dan Pengamalan Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret (BPPI FEB UNS) mengadakan kunjungan kelembagaan ke Mizan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro (Mizan FEB Undip) di Kota Semarang, Sabtu 17 Mei 2014. Kunjungan ini menjadi satu rangkaian acara dengan Rapat Harian Lengkap dan rihlah ke Candi Gedongsongo di Bandungan.

Rombongan BPPI FEB UNS sampai di Undip pukul 14.30 WIB. Acara pertama merupakan perkenalan yang dibuka dengan tilawah Al-Qur'an oleh salah satu anggota Mizan FEB Undip, yang dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua Mizan FEB Undip, Hafizh Matin, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Undip, Afief El Ashfahany, dan yang terakhir Ketua Umum BPPI FEB UNS, Hafid Tamimi.

Memasuki waktu Ashar, acara dilanjutkan dengan 'ishoma' (istirahat, sholat, makan). Tepat pukul 16.00 WIB, acara dilanjutkan dengan diskusi antar bidang. Diskusi yang bertujuan untuk saling mendalami keadaan masing-masing lembaga ini dibagi mengikuti jumlah bidang (atau kompartmen Mizan FEB Undip), dan tersebar di beberapa titik kampus.

Pukul 17.00 WIB acara diskusi selesai. Masing-masing lembaga saling bertukar vandel yang diwakili oleh masing-masing ketua lembaga. Acara kemudian ditutup dengan do'a bersama oleh Hafizh Matin. Rombongan BPPI FEB UNS kemudian melanjutkan rangkaian acara selanjutnya hingga hari Minggu, 18 Mei 2014.

12 Mei 2014

Ini Bukan Balapan: Stop Mendahului atau Memperlambat


Terkadang dalam sholat jama'ah di kampung-kampung masih sering kita saksikan fenomena unik. Bak orang sedang balapan. Terkadang mendahului atau memperlambat. Eitts, bukan itu maksudnya. Tetapi terkadang masih ada yang mendahului atau memperlambat gerakan imam. Entah pegel plus linu, atau pengen khusyu', ga tau deh. Tetapi pada hakikatnya keberadaan imam itu untuk diikuti, guys. Kita menyamai gerakan imam aja tidak boleh lho, hmm.
Imam dijadikan sebagai pemimpin dan wajib diikuti dalam shalat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu :

"Dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihnya. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah. Dan bila ia mengatakan 'sami’allahu liman hamidah', maka katakanlah,'Rabbana walakal hamdu'. Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia shalat dengan duduk, maka shalatlah dengan duduk semuanya". [Muttafaqun ‘alaihi].

Dengan diwajibkannya mengikuti imam ini, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tertinggal sebagian shalatnya (masbuq) untuk memulai dan mengikuti imam dalam semua keadaan. Sebagaimana disampaikan Ali bin Abi Thalib dan Mu’adz bin Jabal :

"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Apabila salah seorang dari kalian mendapatkan shalat dan imam sedang dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia berbuat seperti imam berbuat." [HR at Tirmidzi, dan dishahihkan al Albani dalam Shahih Sunan at Tirmidzi, no. 484]

Abu Isa at Tirmidzi berkata,"Para ulama menyatakan, apabila seseorang datang dan imam dalam keadaan sujud, maka hendaknya ia sujud, dan tidak dianggap mendapat satu raka'at (bersama imam) apabila ia tidak mendapatkan ruku’ bersama imam."

Dalam permasalahan mengikuti imam dalam shalat berjamaah ada empat keadaan para ma'mum : 
Pertama : Mutaba’ah (Mengikuti Imam). 

Pengertiannya, seseorang memulai melakukan perbuatan shalat, langsung, setelah imam memulainya, namun tidak bersamaan. Inilah yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, berdasarkan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :


"Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti. Apabila ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan kalian jangan bertakbir sampai ia bertakbir. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah, dan kalian jangan ruku’ sampai ia ruku’. Apabila ia mengatakan "sami’allahu liman hamidah", maka katakanlah "Rabbana walakal hamdu". Apabila ia sujud, maka sujudlah, dan kalian jangan sujud sampai ia sujud." [HR Abu Dawud, no. 511]

Begitu pula dengan perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana disampaikan Bara` bin ‘Azib :

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu apabila mengucapkan "sami’allahu liman hamidah", tidak ada seorangpun dari kami yang mengangkat punggungnya, sampai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sujud, kemudian barulah kami sujud setelahnya."[HR Bukhari, no. 649]


Kedua : Musabaqah (Mendahului Imam). 

Pengertiannya, seseorang mendahului imam dalam perbuatan shalat, seperti bertakbir sebelum imam bertakbir, atau ruku’ sebelum imam ruku’. Mendahului imam, menurut kesepakatan para ulama nya, hukumnya haram. Dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terdapat adanya larangan mendahului imam, di antaranya:

Dari Anas , ia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami kami shalat. Ketika telah selesai shalat, beliau menghadap kami dengan wajahnya, lalu berkata: "Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah imam kalian, maka janganlah kalian mendahuluiku dengan ruku’, sujud, berdiri atau selesai". [HR Muslim, no. 426].

Rasulullah memberikan ancaman keras bagi seseorang yang mendahului imam, seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:


Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam akan Allah rubah kepalanya menjadi kepala himar (keledai)". [Muttafaqun ‘alaihi]


Ketiga : Muwafaqah (Menyamai Imam).

Pengertiannya, melakukan perbuatan dan perkataan bersamaan dengan gerakan dan ucapan imam .

Muwafaqah ini ada dua jenis.

1. Menyamai imam dalam perkataan, maka ini tidak mengapa, kecuali dalam takbiratul ihram dan salam. Adapun dalam takbiratul ihram, seperti bertakbir sebelum imam menyempurnakan takbiratul ihram, maka shalatnya belum dianggap sama sekali, karena harus melakukan takbiratul ihram setelah imam selesai takbiratul ihram.

Sedangkan dalam salam, para ulama menyatakan, dimakruhkan salam bersama imam, baik salam pertama maupun yang kedua. Adapun bila salam pertama setelah imam selesai salam pertama, dan mengucapkan salam kedua setelah imam selesai salam kedua, maka ini tidak mengapa. Namun yang lebih utama, tidak mengucapkan salam kecuali setelah imam melakukan dua salam. 

2. Menyamai imam dalam gerakan shalat, hukumnya makruh. Dan ada yang menyatakan menyelisihi sunnah, tetapi yang rajih adalah makruh. 

Contoh muwafaqah ini seperti, ketika imam mengatakan "Allahu Akbar" untuk ruku’ dan mulai turun, lalu ma'mum juga turun menyamai imam tersebut, maka perbuatan seperti ini hukumnya makruh, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan:

Apabila ia ruku’, maka ruku’lah dan kalian jangan ruku’ sampai ia ruku’.

Keempat : At Takhalluf (Tertinggal Oleh Imam).
 

Pengertiannya adalah, terlambat dalam melakukan amalan shalat dengan imam, seperti imam telah sujud dan sang makmum baru ruku’.


At Takhalluf ini ada dua jenis.

1. Takhalluf dengan udzur. 
Apabila karena udzur, maka seorang ma'mum melakukan amalan yang tertinggal tersebut dan mengikuti imam. Demikian ini tidak masalah, walaupun berupa satu rukun yang sempurna atau dua rukun. Seandainya seseorang lupa, atau lalai, atau tidak mendengar imamnya, hingga imam mendahuluinya satu rukun atau dua rukun, maka ia (ma'mum) melakukan gerakan yang tertinggal dan langsung mengikuti imamnya. Kecuali, jika imam sampai pada posisi yang sama dengannya, maka ia melakukan amalan dan tetap bersama imam. Ia mendapatkan satu raka'at yang tergabung dari dua raka'at imam, yaitu satu raka'at yang ia tertinggal dan raka'at yang imam sampai padanya, ketika ia dalam keadaan posisi tersebut. 

Contohnya, seseorang shalat berjamaah bersama imam, lalu imam ruku’, berdiri, sujud, duduk antara dua sujud dan sujud kedua lalu bangkit sampai berdiri. Sementara orang ini (yaitu ma'mum) tidak mendengar suara takbir, kecuali pada raka'at kedua. Misalnya, dikarenakan suara imam sangat pelan. 

Contoh lainnya, ketika dalam shalat Jum’at, ia (ma'mum) mendengar imam membaca surat al Fatihah kemudian listrik mati -yang menyebabkan pengeras suara ikut mati, sehingga suara imam tidak terdengar- lalu imam menyempurnakan raka'at pertama dan sudah berdiri. Sementara itu, karena suara imam tak terdengar, ada seorang ma'mum yang menyangka imam belum ruku’ di raka'at pertama. Tiba-tiba, ia mendengar imam membaca surat al Ghasyiyah, maka ia (ma'mum) tetap bersama imam, dan raka'at kedua imam menjadi raka'at pertamanya. Sehingga bila imam salam, maka ia (ma'mum) mengqadha raka'at kedua.

Apabila ma'mum mengetahui ketertinggalannya dari imam sebelum imam kembali ke posisinya, maka ia (ma'mum) mengqadha, lalu mengikuti imamnya. 

Contohnya, ada seseorang mengerjakan shalat dengan imam. Lalu, imam ruku’, dan ia tidak mengetahui imamnya sedang ruku’. Ketika imam mengucapkan "sami’allahu liman hamidah", ia mendengarnya. Bila seperti ini keadaannya, maka kepada ma'mum tersebut dikatakan : "Ruku’lah dan berdirilah; setelah itu ikuti imam", sehingga ia mendapatkan raka'at, karena ketertinggalannya berasal dari udzur".
2. Takhalluf tanpa udzur, meliputi dua jenis.

- Takhalluf fi ar rukn (pada rukun ).

Pengertiannya, tertinggal dari mengikuti imam, namun masih mendapati imam pada rukun berikutnya. 
Contohnya, imam ruku’ dan ma'mum masih menyisakan satu ayat atau dua ayat, lalu ma'mum tetap berdiri menyempurnakan kekurangan tersebut. Namun ma'mum itu pun ruku’ dan mendapatkan imam belum bangun dari ruku’nya, maka raka'at tersebut shahih, namun perbuatannya menyelisihi sunnah. Karena, yang disyariatkan adalah memulai ruku’ ketika imam sampai pada ruku’, dan tidak memperlambat yang menyebabkan ia tertinggal, dengan dasar sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :

Apabila ia ruku’, maka ruku’lah.

- Takhalluf bi ar rukn (dengan rukun).

Pengertiannya, seorang imam mendahului ma'mum satu rukun, yaitu imam ruku’ dan berdiri sebelum ma'mum ruku’. Para ahli fiqih menyatakan bahwa, hukum takhalluf sama dengan hukum mendahului imam. Apabila tertinggal satu ruku’, maka shalatnya batal, sebagaimana bila mendahului imam.



Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan: "Pendapat yang rajih, sesuai yang kita rajihkan dalam masalah mendahului imam adalah, bila tertinggal satu rukun tanpa udzur, maka shalatnya batal, baik yang tertinggal itu ruku’ atau selainnya". (sumber: almanhaj.or.id)

11 Mei 2014

Tantangan Zaman itu Berbeda: Bersama Bapak Adi Firman Ramadhan

       

            Pak Afran, begitulah nama akrab beliau. Saat ini beliau tercatat sebagai salah satu Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS. Dosen yang bertempat tinggal di Jaten Karanganyar ini juga bertindak sebagai pembina Unit Kegiatan Mahasiswa Badan Pengkajian Pengamalan Islam (BPPI) FEB UNS. Hal ini tidak terlepas dari pengalaman beliau sewaktu menjadi mahasiswa yang aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa. Dua periode beramanah di BPPI, menjadi CEO HMJA, dan juga pernah menjadi Ketua DEMA UNS.
            Suatu senja yang cerah mengiringi langkah kami menuju kediaman beliau. Ramainya jalanan menuju Karanganyar tidak menyurutkan niat kami untuk menimba ilmu dari beliau yang sekaligus menjadi bagian dari IKABI (Ikatan Alumni BPPI). Kami pun tiba dan langsung mendapat sambutan hangat dari beliau. Kami persilakan masuk dan duduk melingkari beliau. Pertama kali beliau menyampaikan terkait dengan DoA (Dompet Alumni). “Melihat banyaknya Ikabi yang memberikan donatur, berarti adanya DoA ini disambut baik oleh alumni” ujarnya. Beliau juga mengatakan bahwa yang terpenting lagi adalah feed back dari adanya DoA ini, karena para alumni juga membutuhkan kejelasan penggunaan dana.
            “Tantangan ketika saya dulu di BPPI adalah adanya anggapan bahwa BPPI itu eksklusif, jarang membaur. Kalaupun membaur itu hanya dengan sesamanya (BPPI, red).” Ucapnya. Beliau meneruskan bahwa tantangan BPPI itu berbeda dari zaman ke zaman. Pejuang BPPI akan senantiasa berbeda dan memiliki karakter tersendiri di setiap zamannya. Kemudahan teknologi saat ini bisa digunakan sebagai sarana dakwah sehingga dakwah yang diperjuangkan akan mampu tersampaikan dengan baik di kalangan civitas akademika.

            Percakapan itu pun akhirnya terhenti karena adzan maghrib sudah berkumandang. Dan akhirnya inilah kunjungan BPPI ke kediaman Bapak Afran telah usai. Semoga ukhuwah ini akan terputus. Dan semoga silaturrahim ini Allah akan memanjangkan umur kita dan membukakan pintu rezeki untuk kita. Amin.  

10 Mei 2014

Bisnis Berlabel Ustad

             
                  Akhir-akhir ini media massa gencar memberitakan seputar pengobatan alternatif yang menuai banyak masalah. Pengobatan alternatif yang disandang para ‘ustad’ ini banyak dipertanyakan karena menuntut pasiennya dengan gelontoran uang yang tidak sedikit. Isu ini pun berkembang sampai kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena menyangkut profesi ustad sebagai penyambung lidah Nabi dan Rasul.
                Apakah Nabi dan Rasul ketika menyampaikan risalahnya menuntut uang atau materi? Allah telah menjelaskan perihal ini dalam Surat Asy-Syu’ara’ (26) ayat 109, 127, 145, 164 yang menjelaskan bahwa nabi dan Rasul tidak meminta imbalan atas ajakan yang mereka lakukan.
“Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakanmu itu; imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam.”(Q.S 26: 164)
                Ustad adalah guru. Guru yang mengajarkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah dan qouliyah. Ayat kauniyah adalah tanda-tanda kebesaran Allah yang bisa dilihat disekeliling kehidupan manusia. Sedangkan ayat qouliyah adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ustad memiliki tugas yang sangat mulia, yaitu membersihkan atau menyucikan hati dan jiwa.
                Allah juga menjelaskan diantara tanda-tanda ustad yang memiliki orientasi murni, yaitu:
“Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S Yasiin: 21)

              Ayat ini sudah memberikan penjelasan kepada umat Islam bahwa ustad atau guru pada hakikatnya tidak diperbolehkan memberikan tarif atau balasan jasa/materi tertentu. Namun, ketika dalam beliau berdakwah dan tanpa meminta kemudian diberi materi/jasa, maka itu adalah rezeki dari Allah untuknya dan pantas untuk diterima dan bersyukur atasnya.

PENGAJAR MUDA DI TENGAH MODERNITAS ZAMAN



         
Tak terasa rutinitas ini telah  dijalani sepanjang waktu. Pengabdian ini tanpa terasa telah merasuk ke dalam relung jiwa hingga menghinggapi seluruh tubuh pejuang itu. Padatnya agenda bukan lagi  menjadi penghalang untuk menebar manfaat kepada sesama. Dikala pemuda saat ini dihadapkan pada modernitas zaman yang memukau mata, namun pejuang itu tetap dengan kekuatan tekad, mereka merelakan waktu luangnya untuk mengabdi sepenuhnya untuk masyarakat. Sebuah slogan yang mereka emban adalah “bersinergi, memuliakan hati” menjadi bagian tak terpisahkan dalam merangkai jejak menuju perbaikan generasi.

         Mereka seolah berlomba-lomba dalam kebaikan dan berlomba-lomba untuk mengikis habis pengaruh negatif dari modernisasi zaman yang tidak bisa ditawan. Mereka ingat bahwa Allah tidak akan mengubah suatu kaum, sebelum kaum itu mengubah sendiri nasibnya. Maka langkah pengabdian mereka merupakan langkah awal dalam perbaikan umat menuju generasi muda yang Islami.
       Telah banyak hambatan dan rintangan yang telah mereka alami. Susah, senang, peluh, bahkan tangis telah menjadi satu dalam langkah perjuangan mereka. Namun itu semua ibarat bumbu yang menjadikan langkah perjuangan mereka semakin mantap dan tegak di atas rintangan.
       Mereka selalu mengingat bahwa semakin berat amalan yang mereka lakukan, maka akan semakin besar pula balasan kebaikan yang akan diberikan Allah kepadanya. Dan mereka berharap sumbangsih mereka sedikit banyak mampu mengubah peradaban menuju kemenangan. (Pengajar Muda BPPI 2014)

Pandangan Al-Quran terhadap Pendidikan Usia Dini

Dalam Al-Qur;an surat Luqman ayat  12-19 di jelaskan bahwa pentingnya pendidikan usia dini agar bisa membentuk karakter yang berintegritas, berintelektual, serta bertanggung jawab.
Pertama, Mananamkan nilai “tauhidullah” dengan benar, dengan menanamkan nilai tauhid atau nilai kebenaran dalam diri anak pada usia dini maka ini  akan menimbulkan rasa kebajikan, kebijaksanaan, serta menghormati sesama manusia. Dengan di terapannya sikap atau nilai “tauhidullah” kepada anak usia dini akan menciptakan manusia yang berintegritas bagi Indonesia.
Kedua, Mengajarkan “ta’at al waalidaen”, dengan menanamkan nilai “ta’at al waalidaen” kepada diri seorang anak maka pada diri sang anak  akan memunculkan sikap hormat kepada orang tuanya, kepada sang pencipta, sikap hormat kepada sesama manusia, serta memunculkan manifestasi kesyukuraan sang anak kepada sang pencipta atas segala kebutuhan yang telah di berikan kepadanya.
Ketiga, Mengajarkan “husnul mu’asyarah”, dengan menanamkan nilai “husnul mu’asyarah” kepada diri sang anak akan bisa memilih jalan yang benar dalam pergaulannya serta di bangun diatas dasar keyakinan akan hari kebangkitan pada hari esok, sehingga pergaulan tersebut memiliki akar akar kebenaran dan bukan kepalsuan.
Keempat, Menumbuhkan kepribadian yang memiliki “shilah bi Allah”  dengan menanamkan nilai “shilah bi Allah” maka dari diri sang anak akan memunnculkan sifat menjalankan kewajiban yang seharusnya di lakukan dan dapat bertanggungjawab atas segala aspek yang dikerjaakan.
Kelima, Menumbuhkan nilai dalam diri anak “kepedulian sosial” yang tinggi dan amr ma’ruf- nahi mungkar, dengan menanamkan nilai kepedulian sosial kepadda si anak maka dari diri si anak akan timbul rasa kepedulian terhadap lingkungan sekitar apabila terjadi sesuatu misalnya bencana banjir, tanah longsor, kebakaran dan lain-lain.
Keenam, Membentuk kejiwaan anak yang kokoh (sabar) dengan menanamkan sikap sabar kepada si anak maka si anak apabila mempunyai masalah pada masa sekarang sampai masa mendatang si anak dapat menghadapi masalah tersebut dan tidak lari dari persoalan yang dihadapinya.
Ketujuh, Menumbuhkan “sifat rendah hati” serta menjauhkan “sifat arogan”, dengan menamkan sifat ini maka si anak dapat memilliki rasa rendah hati terhadap sesama manusia jadi si anak akan menjauhkan sifat “kebathilan” dalam dirinnya.
Kedelapan, Mengajarkan “kesopanan” dalam sikap dan ucapannya dengan menanamkan nilai “kesopanan” kepada si anak maka akan memunculkan sikap segan dan menghormati orang yang lebih tua maupun yang lebih muda baik tingkah lakunya maupun tatacara berbicara. (KSR/Syr/14)


7 Mei 2014

TERBAIK



Bahagia itu sederhana.  Kalimat yang sering diungkapkan oleh beberapa teman akhir-akhir ini. Memang ada benarnya juga, melihat kebahagiaan selalu berada di sekitar kita. Sudut pandang selalu memainkan perasaan, bagaimana kemudian mempengaruhi hati sehingga muncul berbagai perasaan baik senang, sedih, susah ataupun yang lainnya. Namun sekali lagi, kebahagiaan itu selalu ada disekitar kita, tingga bagaimana kita menikatinya.

Alhamdulillah hari ini Allah memberikan (kembali) kesempatan untuk membuktikan statement Bahagia Itu Sederhana. Goresan kenangan mengukir hati yang saat itu dirudung kekosongan. Musholla Baiturrahim menjadi saksi bisu tentang kehangatan keluarga BPPI. Duduk bercanda tanpa ada beban yang mengikuti. Membersamai adik-adik yang nakal namun memberikan rasa rindu yang luar biasa. Mungkin hal rasa itu pula yang menguatkan teman-teman istiqomah dalam membersamai mereka.
Turun dari motor, pikiran ini mencoba menerawang ke masa silam. Terlintas kenangan pertama kali menginjakkan kaki di musholla ini. Memang ingatan ini tidak sebagus saat kecil, namun sedikit banyak mampu memunculkan nuansa khas ngajar TPA. Tidak terasa kurang lebih dua tahun berlalu sejak saat itu. Tidak banyak berubah dari tempat ini. Listrik yang sering njegleg, lampu yang kurang terang, adik-adik yang berisik, dan lain sebagainya. Namun hal itu tidak lantas membuat teman-teman menjadi malas untuk berdakwah, demi adik-adik tercinta.
“Mana hp nya mas?” sapaan ala anak TPA Baiturrahim yang selalu terlontar ketika melihat teman-teman. Yah, mau bagaimana lagi, karena memang tabiat sulit diubah. Kami hanya bisa tersenyum dan kemudian membersamai mereka hingga menjelang maghrib. Itulah rutinitas yang biasa dilakukan teman-teman pada hari Senin dan Kamis. Meluangkan waktu dengan ikhlas demi anak-anak.
Sore ini bukan sore biasa, karena Musholla Baiturrahim dikunjungi tamu spesial. Ustad Natsir yang notabene merupakan guru super dalam mengahadapi anak-anak bagaimanapun nakalnya mereka. Berkat beliau, tawa canda serta riang gembira menemani nuansa sore ini.
Ada satu hal yang saya sadari, ternyata memang benar bahwakebahagiaan itu bisa ada disekeliling kita, tergantung bagaimana kita menyikapi segala kejadian yang ada. Mungkin bagi sebagian teman-teman sore ini adalah hari biasa, namun tidak bagi saya. Kegalauan hati yang merudung akhir-akhir ini terobati melihat tawa teman-teman dan adik-adik yang begitu ikhlas tanpa beban. Rasanya  terharu melihat perjuangan teman-teman yang istiqomah dijalan ini. Walaupun terkadang banyak hal yang menjadi rintangan, namun mereka tetap ikhlas dan senang hati menjalani hal ini.

Sekali lagi, bahagia itu sederhana. Sesederhana saya memiliki teman-teman yang luar biasa, memiliki adik-adik nakal yang senantiasa memberikan secercah kebahagiaan dan masih banyak lagi. Kalian yang terbaik. Semoga hal ini tetap bertahan. Hamasah di jalan ini, teman-teman. (LAM/Hms/14)

Refleksi Sejarah: Telaah Kembali “Kita”


            Sebuah tanda tanya besar ketika masih ada yang mempertanyakan mengapa dakwah kampus itu ada. Sekulerisme dan intelektualitas yang tanpa batas membuat eksistensi dakwah itu semakin meredup. Itu artinya juga menandakan bahwa eksistensi Islam juga semakin redup. Padahal bahwasanya inti dari agama Islam ini adalah amar ma’ruf nahi munkar dan konsep ini dalam Islam diterjemahkan ke dalam terminologi dakwah. Konsep amar ma’ruf nahi mungkar ini hidup dalam tubuh Islam dan umat Islam. Konsep ini akan dapat ditemukan dalam akidah, ibadah, syariah, dan akhlak. Begitupun dalam muamalah. Maka sebenarnya konsep dakwah ini akan senantiasa mengikuti keberadaan manusia sebagai khlifatullah fil ardh.

            Begitu pula kampus. Pemanfaatan kampus sebagai salah satu wahana Dakwah Islam sudah lama dilakukan. Pemanfaatan yang berkisar pada kader, alumni, pemikiran, fisik kampus, termasuk seluruh media yang ada telah sangat lama dijalankan dalam masyarakat Islam. Melalui pemanfaatan universitas-universitas ini, masyarakat Islam saat itu berhasil membangun sebuah peradaban besar yang ditakuti dan dikagumi. Peradaban yang mampu menggetarkan semesta raya, mengguncang mayapada, disegani kawan dan ditakuti lawan. Peradaban yang mampu membangun masyarakatnya sendiri dan masyarakat lain.

            Sejak beberapa dekade terkahir , dakwah di kampus-kampus mulai bergulir di seluruh belahan dunia. dari kampus-kampus berlabel Islam sampai kampus-kampus murni ‘sekuler’, baik swasta maupun milik pemerintah. Dari kampus-kampus kecil Asia atau Afrika, sampai institusi-institusi modern di Eropa dan Amerika. Mulai dari universitas bertaraf internasional di belahan bumi Utara sampai kampus-kampus lokal di belahan bumi Selatan.

            Dan pada akhirnya proyek tersebut merambah ke Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Di Indonesia proyek Dakwah Kampus (DK) ini pun dijalankan oleh berbagai pererakan mahasiswa Islam yang kesemuanya memiliki cita-cita yang sama, kemenangan Islam, sebagai titik temu utama berbagai Pergerakan Mahasiswa Islam tersebut. Hal ini pun direspon sampai kampus hijau UNS tepatnya Fakultas Ekonomi ketika yang membentuk PHBI (Panitia Hari Besar Islam) dan kemudian berganti nama menjadi BPPI (Badan Pengkajian Pengamalan Islam) pada tahun 1982. (HT/Ktm/14)

Referensi: Buku Menuju Kemenangan Dakwah Kampus: Ahmad Atian.