10 Mei 2014
Bisnis Berlabel Ustad
Apakah Nabi dan Rasul
ketika menyampaikan risalahnya menuntut uang atau materi? Allah telah
menjelaskan perihal ini dalam Surat Asy-Syu’ara’ (26) ayat 109, 127, 145, 164
yang menjelaskan bahwa nabi dan Rasul tidak meminta imbalan atas ajakan yang
mereka lakukan.
“Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakanmu itu; imbalanku
hanyalah dari Tuhan seluruh alam.”(Q.S 26: 164)
Ustad adalah guru.
Guru yang mengajarkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah dan qouliyah. Ayat
kauniyah adalah tanda-tanda kebesaran Allah yang bisa dilihat disekeliling kehidupan
manusia. Sedangkan ayat qouliyah adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ustad memiliki
tugas yang sangat mulia, yaitu membersihkan atau menyucikan hati dan jiwa.
Allah juga menjelaskan
diantara tanda-tanda ustad yang memiliki orientasi murni, yaitu:
“Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu, dan mereka adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S Yasiin: 21)
Ayat ini sudah memberikan penjelasan kepada umat Islam bahwa ustad atau
guru pada hakikatnya tidak diperbolehkan memberikan tarif atau balasan
jasa/materi tertentu. Namun, ketika dalam beliau berdakwah dan tanpa meminta
kemudian diberi materi/jasa, maka itu adalah rezeki dari Allah untuknya dan
pantas untuk diterima dan bersyukur atasnya.
PENGAJAR MUDA DI TENGAH MODERNITAS ZAMAN
Tak terasa rutinitas ini
telah dijalani sepanjang waktu.
Pengabdian ini tanpa terasa telah merasuk ke dalam relung jiwa hingga
menghinggapi seluruh tubuh pejuang itu. Padatnya agenda bukan lagi menjadi penghalang untuk menebar manfaat
kepada sesama. Dikala pemuda saat ini dihadapkan pada modernitas zaman yang memukau mata, namun pejuang itu tetap dengan kekuatan tekad, mereka merelakan waktu luangnya untuk mengabdi sepenuhnya untuk masyarakat. Sebuah slogan yang mereka emban adalah “bersinergi, memuliakan hati” menjadi bagian tak terpisahkan dalam merangkai jejak menuju perbaikan generasi.
Mereka seolah
berlomba-lomba dalam kebaikan dan berlomba-lomba untuk mengikis habis pengaruh
negatif dari modernisasi zaman yang tidak bisa ditawan. Mereka ingat bahwa
Allah tidak akan mengubah suatu kaum, sebelum kaum itu mengubah sendiri
nasibnya. Maka langkah pengabdian mereka merupakan langkah awal dalam perbaikan
umat menuju generasi muda yang Islami.
Telah banyak hambatan dan
rintangan yang telah mereka alami. Susah, senang, peluh, bahkan tangis telah
menjadi satu dalam langkah perjuangan mereka. Namun itu semua ibarat bumbu yang
menjadikan langkah perjuangan mereka semakin mantap dan tegak di atas rintangan.
Mereka selalu mengingat
bahwa semakin berat amalan yang mereka lakukan, maka akan semakin besar pula
balasan kebaikan yang akan diberikan Allah kepadanya. Dan mereka berharap
sumbangsih mereka sedikit banyak mampu mengubah peradaban menuju kemenangan.
(Pengajar Muda BPPI 2014)
Pandangan Al-Quran terhadap Pendidikan Usia Dini
Dalam Al-Qur;an surat Luqman ayat 12-19 di jelaskan bahwa pentingnya pendidikan
usia dini agar bisa membentuk karakter yang berintegritas, berintelektual,
serta bertanggung jawab.
Pertama, Mananamkan nilai “tauhidullah” dengan benar, dengan
menanamkan nilai tauhid atau nilai kebenaran dalam diri anak pada usia dini
maka ini akan menimbulkan rasa kebajikan,
kebijaksanaan, serta menghormati sesama manusia. Dengan di terapannya sikap
atau nilai “tauhidullah” kepada anak usia dini akan menciptakan manusia yang berintegritas
bagi Indonesia.
Kedua, Mengajarkan “ta’at al waalidaen”, dengan menanamkan nilai “ta’at al waalidaen” kepada diri seorang anak maka pada diri sang
anak akan memunculkan sikap hormat
kepada orang tuanya, kepada sang pencipta, sikap hormat kepada sesama manusia,
serta memunculkan manifestasi kesyukuraan sang anak kepada sang pencipta atas
segala kebutuhan yang telah di berikan kepadanya.
Ketiga, Mengajarkan “husnul mu’asyarah”, dengan menanamkan nilai “husnul mu’asyarah” kepada diri sang anak akan bisa memilih jalan
yang benar dalam pergaulannya serta di bangun diatas dasar keyakinan akan hari
kebangkitan pada hari esok, sehingga pergaulan tersebut memiliki akar akar
kebenaran dan bukan kepalsuan.
Keempat, Menumbuhkan kepribadian yang
memiliki “shilah bi Allah” dengan menanamkan nilai “shilah bi Allah” maka dari diri sang anak akan memunnculkan sifat
menjalankan kewajiban yang seharusnya di lakukan dan dapat bertanggungjawab
atas segala aspek yang dikerjaakan.
Kelima, Menumbuhkan nilai dalam diri anak “kepedulian
sosial” yang tinggi dan amr ma’ruf- nahi
mungkar, dengan menanamkan nilai kepedulian sosial kepadda si anak maka
dari diri si anak akan timbul rasa kepedulian terhadap lingkungan sekitar
apabila terjadi sesuatu misalnya bencana banjir, tanah longsor, kebakaran dan
lain-lain.
Keenam, Membentuk kejiwaan anak yang kokoh
(sabar) dengan menanamkan sikap sabar kepada si anak maka si anak apabila
mempunyai masalah pada masa sekarang sampai masa mendatang si anak dapat
menghadapi masalah tersebut dan tidak lari dari persoalan yang dihadapinya.
Ketujuh, Menumbuhkan “sifat rendah hati”
serta menjauhkan “sifat arogan”, dengan menamkan sifat ini maka si anak dapat memilliki
rasa rendah hati terhadap sesama manusia jadi si anak akan menjauhkan sifat “kebathilan” dalam dirinnya.
Kedelapan, Mengajarkan “kesopanan” dalam
sikap dan ucapannya dengan menanamkan nilai “kesopanan” kepada si anak maka akan
memunculkan sikap segan dan menghormati orang yang lebih tua maupun yang lebih
muda baik tingkah lakunya maupun tatacara berbicara. (KSR/Syr/14)
Langganan:
Postingan
(
Atom
)