OPEN RECRUITMENT BPPI FEB UNS 2017

Ayo ikut bersama Kami. Menjadi Mahasiswa Muslim yang Proaktif dan Inspiratif. BPPI 2017

RAMADHAN 1438 H

Ramadhan Awesome! Raih Ramadhan dengan Penuh Berkah, Mencari Taqwa. Ramadhan di Kampus.Coming Soon!!

One Step 2017

Jalan-Jalan, Penuh Pembelajaran, Home Stay, Games, Fun, Keakraban dan Islami. Coming Soon yak!

Ukhuwah Islamiyah

Karena ikatan ukhuwah begitu berharga.

Islam pasti akan menang!

Jangan bertanya,"Kapan Islam kembali berjaya?", karena cepat atau lambat Islam pasti menang. Tapi bertanyalah,"Apa peranmu dalam menyongsong kemenangannya?"

3 Jun 2015

WASPADAI “MONSTERISASI” DAN KRIMINALISASI DAKWAH ISLAM


Sebagaimana ramai diberitakan, Kemenkominfo memblokir 19 media Islam online sejak minggu (29/3). Pemblokiran itu didasarkan pada laporan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Oleh BNPT, semua situs Islam tersebut dituding menyebarkan paham radikal (Antara News.com)
Reaksi keras dari berbagai pihak bermunculan. Pemblokiran itu dianggap serampangan dan terkesan menyasar dakwah Islam. Karena reaksi keras masyarakat, Kemenkominfo dan BNPT akhirnya terkesan saling lempar tanggung jawab dan tak mau disalahkan. Kemenkominfo mengaku hanya pelaksana teknis pemblokiran. Pemblokiran dilakukan karena usulan dari BNPT. Sebaliknya BNPT menyatakan bahwa pihaknya hanya melaporkan bahwa ada berita-berita yang dianggap negatif seperti terkait radikalisme kepada Kemenkominfo.
Pemandangan ini menyiratkan cara pemerintah mengatur negeri ini amburadul. Tontonan ini melengkapi permasalahan serupa yang terjadi ketika pemerintahan Jokowi-JK yang baru berlangsung beberapa bulan ini.
Waspadai ‘Monsterisasi’ dan Kriminalisasi Dakwah Islam
Kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang dalam memblokir situs dakwah Islam dikhawatirkan menjadi semacam proses ‘monsterisasi’ dan kriminalisasi ajaran dan dakwah Islam. Monsterisasi terjadi karena pemblokiran situs-situs Islam itu dikhawatirkan akan membangun gambaran negatif tentang Islam dan ajarannya. Akibatnya, dalam masyarakat akan tertanam kesan bahwa ajaran Islam seolah monster yang menakutkan.
Tindakan sewenang-wenang pemerintah juga akan menambah daftar kriminalisasi terhadap ajaran, simbol dan dakwah Islam. Hanya karena membawa bendera tauhid, misalnya orang dicap sebagai simpatisan ISIS. Hanya karena memakai cadar, seorang muslimah dicurigai sebagai anggota kelompok radikal, dan lain sebagainya.
Jihad yang merupakan bagian dari ajaran Islam, dianggap sebagai kejahatan. Salah satu kriteria radikal ala BNPT adalah memaknai jihad secara terbatas. Dengan kriteria itu, jihad dalam makna perang dan seruan untuk itu dianggap sebagai tindakan kriminal. Padahal jihad dalam kitab-kitab fikih para fuqaha secara syar’i dimaknai perang di jalan Allah SWT untuk meninggikan kalimat-Nya baik langsung maupun tidak langsung. Memang benar, secara bahasa jihad bermakna mengerahkan segala daya upaya. Namun, menjadikan makna bahasa itu sebagai makna jihad secara syar’i justru akan membelokkan konsep jihad. Sebab jihad itu berkaitan dengan banyak hukum termasuk hukum tentang syahidnya orang yang meninggal dalam keadaan jihad.
Memaknai jihad secara syar’i sebagai perang di jalan Allah SWT tidak serta merta menjadikan orang melakukan tindak kekerasan. Pasalnya, banyak hukum dan ketentuan syariah menjelaskan bagaimana jihad itu dilaksanakan. Menyimpulkan bahwa makna jihad sebagai perang akan mengantarkan orang melakukan kekerasan merupakan kesimpulan yang sembrono atau bodoh.
Pemblokiran situs Islam dan propaganda besar-besaran seputar radikalisme juga akan berpotensi menjadikan masyarakat takut untuk sekedar mendengarkan dakwah Islam melalui pengajian. Lebih buruk lagi jika akhirnya kriminalisasi itu kebablasan, misalnya dengan menganggap seruan penerapan syariah dan penegakan Khilafah ar-Rasyidah sebagai ancaman.

Rahmatan lil Alamin itu menjadi sifat dari Islam secara keseluruhan : akidah, syariah dan hukum-hukumnya termasuk khilafah, jihad, hudud, dll. Karena itu, rahmatan lil alamin secara sempurna hanya akan terwujud ketika Islam secara keseluruhan diterapkan secara nyata di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Penerapan Islam secara menyeluruh itu tidak lain melalui Khilafah ar Rasyidah ‘ala minhaj an Nubuwwah. Dengan demikian justru penerapan syariah secara totalitas dalam institusi Khilafah ar Rasyidah ‘ala minhaj an Nubuwwah itulah yang harus diperjuangkan untuk mewujudkan rahmatan lil alamin. Maka seketika itu pula benar-benar terjadi keberkahan meliputi negeri dari segala sisi. 

Salah Tafsir : Buka Puasa Dengan Makanan dan Minuman yang Manis Ternyata Tidak Baik Bagi Tubuh.


Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Sebentar lagi kita akan menyambut bulan suci Ramadhan. Bulan dimana amalan yang kita perbuat akan dilipatgandakan oleh Allah SWT. Dalam bulan puasa, hal yang paling dinanti adalah saat adzan maghrib. Dimana saat itu, umat muslim diwajibkan untuk membatalkan puasa dan menyegerakan berbuka. Sering kita dengar kalimat “Berbukalah dengan makanan atau minuman yang manis”. Konon, hal itu dicontohkan oleh Rasullullah SAW. Benarkah demikian? Mari kita kaji bersama-sama.
Dari Anas bin Malik berkata : “Rasullullah berbuka dengan rutab (kurma yang lembek) sebelum shalat. Jika tidak ada rutab, maka beliau berbuka dengan kurma kering sambil meneguk air”. Ahmad dan Abu Dawud juga meriwayatkan dalam haditsnya : “ Apabila berbuka salah satu kamu, maka hendaklah berbuka dengan kurma. Andaikan kamu tidak memperolehnya, maka berbukalah dengan air, maka sesungguhnya air itu suci”. Jadi Rasullullah bila berbuka, maka beliau makan kurma. Kalau tidak mendapatkan kurma, beliau berbuka puasa dengan air. Pertanyaannya, samakah kurma dengan manisan? Tentu tidak. Kurma adalah karbohidrat kompleks. Sebaliknya, gula yang terdapat dalam makanan atau minuman yang manis-manis adalah karbohidrat sederhana. Darimana asal-muasal sebuah kebiasaan berbuka dengan yang manis? Tidak jelas. Hal ini malah berkembang dalam masyarakat, seakan-akan berbuka puasa dengan makanan atau minuman yang manis merupakan sunah Rasul. Sebenarnya tidak demikian. Bahkan berbuka puasa dengan makanan dan minuman yang manis (penuh dengan gula) justru merusak kesehatan.
Berbuka puasa dengan makanan dan minuman yang manis dapat merusak kesehatan, karena ketika berpuasa kadar gula darah kita menurun. Kurma, sebagaimana dicontohkan oleh Rasullullah adalah karbohidrat kompleks bukan karbohidrat sederhana (gula). Karbohidrat kompleks untuk menjadi glikogen diperlukan proses, sehingga membutuhkan waktu. Sebaliknya, kalau mengkonsumsi makanan dan minuman yang manis-manis gula darah langsung melonjak naik. Hal ini tidak sehat bagi kesehatan tubuh.
Sekarang mari kita bicara mengenai indeks glikemik (GI). Glycemic Index (GI) adalah laju perubahan makanan yang diubah menjadi gula dalam tubuh. Makin tinggi glycemic index dalam makanan, makin cepat makanan itu dirubah menjadi gula, dengan demikian tubuh makin cepat pula menghasilkan respon insulin. Para praktisi fitness atau pengambil gaya hidup sehat akan sangat menghindari makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi. Sebisa mungkin mereka akan mengkonsumsi makanan yang indeks glikemiknya rendah. Hal ini, karena makin tinggi respon insulin tubuh, maka tubuh makin menimbun lemak. Timbunan lemak inilah yang sebisa mungkin mereka hindari.
Dalam puasa kita harus mampu menahan lapar dan dahaga selama kurang lebih 15 jam. Otomatis perut kita kosong. Jadi kalau seharian perut kosong dan langsung dibanjiri dengan gula (makanan yang mengandung indeks glikemik tinggi), maka respon insulin dalam tubuh melonjak. Dengan demikian, tubuh akan makin cepat menimbun lemak.
Salah seorang sufi menganjurkan apabila berbuka puasa jangan langsung makan dulu. Minum air putih segelas, lalu sholat maghrib. Setelah sholat, makan nasi seperti biasa. Jangan sering makan yang manis-manis, karena dapat merusak badan dan menimbulkan penyakit. Beliau juga menyarankan agar tidak terlalu sering makan kurma, karena kurma di Indonesia berupa manisan kurma dan bukan kurma asli. Manisan kurma, kandungan gulanya sudah jauh berlipat-lipat banyaknya. Beliau juga menyarankan untuk makan nasi bila berbuka. Karena, nasi merupakan karbohidrat kompleks dan memerlukan waktu untuk diproses dalam tubuh. Sehingga respon insulin dalam tubuh tidak langsung melonjak. Karena respon insulin rendah, maka timbunan lemak yang terdapat dalam tubuh juga sedikit.
Banyak sekali orang yang makan dan minum yang manis-manis saat berbuka puasa, justru tubuhnya semakin gemuk karena ada timbunan lemak di daerah perut, pinggang, paha, belakang lengan, pipi dan sebagainya. Hal ini karena mereka langsung membanjiri tubuh dengan makanan yang mengandung indeks glikemik tinggi, sehingga tubuh menimbun lemak.
Kesimpulan saya, “Berbukalah Dengan yang Manis-Manis” merupakan paham yang kurang tepat dan terlalu tergesa-gesa. Karena berbuka puasa dengan kurma merupakan sunah Rasul, maka muncul anggapan bahwa disunahkan berbuka puasa dengan yang manis-manis. Pada akhirnya kalimat ini menjadi suatu paham dan memunculkan budaya berbuka puasa yang keliru ditengah masyarakat. Jadi saran saya, jangan mudah terpengaruh oleh paham yang begitu melekat di masyarakat. Periksa dulu kebenarannya.
Semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.