25 Jun 2014
Salah Tafsir: Buka Puasa Dengan Makanan dan Minuman yang Manis Ternyata Tidak Baik Bagi Tubuh
Sebentar
lagi kita akan menyambut bulan suci Ramadhan. Bulan dimana amalan yang kita
perbuat akan dilipatgandakan oleh Allah SWT. Dalam bulan puasa, hal yang paling
dinanti adalah saat adzan maghrib. Dimana saat itu, umat muslim diwajibkan
untuk membatalkan puasa dan menyegerakan berbuka. Sering kita dengar kalimat
“Berbukalah dengan makanan atau minuman yang manis”. Konon, hal itu dicontohkan
oleh Rasullullah SAW. Benarkah demikian? Mari kita kaji bersama-sama.
Dari
Anas bin Malik berkata : “Rasullullah berbuka dengan rutab (kurma yang lembek)
sebelum shalat. Jika tidak ada rutab, maka beliau berbuka dengan kurma kering
sambil meneguk air”. Ahmad dan Abu Dawud juga meriwayatkan dalam haditsnya : “
Apabila berbuka salah satu kamu, maka hendaklah berbuka dengan kurma. Andaikan
kamu tidak memperolehnya, maka berbukalah dengan air, maka sesungguhnya air itu
suci”. Jadi Rasullullah bila berbuka, maka beliau makan kurma. Kalau tidak
mendapatkan kurma, beliau berbuka puasa dengan air. Pertanyaannya, samakah
kurma dengan manisan? Tentu tidak. Kurma adalah karbohidrat kompleks.
Sebaliknya, gula yang terdapat dalam makanan atau minuman yang manis-manis adalah
karbohidrat sederhana. Darimana asal-muasal sebuah kebiasaan berbuka dengan
yang manis? Tidak jelas. Hal ini malah berkembang dalam masyarakat, seakan-akan
berbuka puasa dengan makanan atau minuman yang manis merupakan sunah Rasul.
Sebenarnya tidak demikian. Bahkan berbuka puasa dengan makanan dan minuman yang
manis (penuh dengan gula) justru merusak kesehatan.
Berbuka
puasa dengan makanan dan minuman yang manis dapat merusak kesehatan, karena
ketika berpuasa kadar gula darah kita menurun. Kurma, sebagaimana dicontohkan
oleh Rasullullah adalah karbohidrat kompleks bukan karbohidrat sederhana
(gula). Karbohidrat kompleks untuk menjadi glikogen diperlukan proses, sehingga
membutuhkan waktu. Sebaliknya, kalau mengkonsumsi makanan dan minuman yang manis-manis
gula darah langsung melonjak naik. Hal ini tidak sehat bagi kesehatan tubuh.
Sekarang
mari kita bicara mengenai indeks glikemik (GI). Glycemic Index (GI) adalah laju
perubahan makanan yang diubah menjadi gula dalam tubuh. Makin tinggi glycemic
index dalam makanan, makin cepat makanan itu dirubah menjadi gula, dengan
demikian tubuh makin cepat pula menghasilkan respon insulin. Para praktisi
fitness atau pengambil gaya hidup sehat akan sangat menghindari makanan yang
memiliki indeks glikemik tinggi. Sebisa mungkin mereka akan mengkonsumsi
makanan yang indeks glikemiknya rendah. Hal ini, karena makin tinggi respon
insulin tubuh, maka tubuh makin menimbun lemak. Timbunan lemak inilah yang
sebisa mungkin mereka hindari.
Dalam
puasa kita harus mampu menahan lapar dan dahaga selama kurang lebih 15 jam.
Otomatis perut kita kosong. Jadi kalau seharian perut kosong dan langsung
dibanjiri dengan gula (makanan yang mengandung indeks glikemik tinggi), maka
respon insulin dalam tubuh melonjak. Dengan demikian, tubuh akan makin cepat
menimbun lemak.
Salah
seorang sufi menganjurkan apabila berbuka puasa jangan langsung makan dulu.
Minum air putih segelas, lalu sholat maghrib. Setelah sholat, makan nasi
seperti biasa. Jangan sering makan yang manis-manis, karena dapat merusak badan
dan menimbulkan penyakit. Beliau juga menyarankan agar tidak terlalu sering
makan kurma, karena kurma di Indonesia berupa manisan kurma dan bukan kurma
asli. Manisan kurma, kandungan gulanya sudah jauh berlipat-lipat banyaknya.
Beliau juga menyarankan untuk makan nasi bila berbuka. Karena, nasi merupakan
karbohidrat kompleks dan memerlukan waktu untuk diproses dalam tubuh. Sehingga
respon insulin dalam tubuh tidak langsung melonjak. Karena respon insulin
rendah, maka timbunan lemak yang terdapat dalam tubuh juga sedikit.
Banyak
sekali orang yang makan dan minum yang manis-manis saat berbuka puasa, justru
tubuhnya semakin gemuk karena ada timbunan lemak di daerah perut, pinggang,
paha, belakang lengan, pipi dan sebagainya. Hal ini karena mereka langsung
membanjiri tubuh dengan makanan yang mengandung indeks glikemik tinggi,
sehingga tubuh menimbun lemak.
Kesimpulan
saya, “Berbukalah Dengan yang Manis-Manis” merupakan paham yang kurang tepat
dan terlalu tergesa-gesa. Karena berbuka puasa dengan kurma merupakan sunah
Rasul, maka muncul anggapan bahwa disunahkan berbuka puasa dengan yang
manis-manis. Pada akhirnya kalimat ini menjadi suatu paham dan memunculkan
budaya berbuka puasa yang keliru ditengah masyarakat. Jadi saran saya, jangan
mudah terpengaruh oleh paham yang begitu melekat di masyarakat. Periksa dulu
kebenarannya. (AY)
Semoga
bermanfaat.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)