Perdebatan hangat dan adu argumentasi yang
bisa menjadi bahan introspeksi akan membuka wawasan kita,seperti halnya paham feminisme
yang sedang yang sedang gencar digaungkan, tapi apa yang telah digaungkan oleh
aktivisnya sekarang ini tidak lebih bentuk emansipasi yang radikal, dimana mereka mencoba
menekankaan emansipasi secara
mutlak disegala bidang.Hal hal yang
berkaitan dengan kewajiban dan hak mereka meminta kesamaan secara penuh
segala bidang.
Jikalau feminisme disamaartikan dengan emansipasi
maka dalam koridor Islam sama sekali tidak mempermasalahkannya. Karena ajaran
Islam sama sekali tidak merendahkan harkat martabat wanita. Islam juga tidak
datang untuk mengungkung dan memenjarakan mereka dalam sel-sel penjara imajiner
di luar batas kemanusiaan.
Sejatinya islam sudah lebih dulu
menerangkan jika antara kaum laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang
sama, yaitu sama dihadapan Allah SWT. Hal tersebut terangkum dalam firman Allah
yang berbunyi:
“Barangsiapa
yang mengerjakan amalan shaleh, baik itu laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman. Maka sesungguhnya Kami akan memberikan kepadanya balasa atas
apa yang telag mereka kerjakan dengan pahala yang lebih baik.” (QS. An-Nahl:
97).
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, dan
menjadikan kamu semua berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal satu sama lainnya. Maka sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu semua. Sesungguhnya Allah
SWT Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujarat: 13).
Dari dua ayat diatas dapat kita ambil
kesimpulan bahwasanya,Islam sendiri mengakui adanya kesetaraan gander hanya
saja terdapat perbedaan dalam pembatasan antara islam dan konsep “feminisme”.Pada
tataran praktis selanjutnya, Islam membedakan peran wanita dengan pria
berkaitan dengan sifat kodrati masing-masing. Salah satunya adalah wanita
sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, sedang pria sebagai pemimpin dan
pelindung keluarga.
Islam sebagai pedoman kehidupan dari Allah
bagi manusia telah memberi aturan rinci berkenaan dengan peran dan fungsi pria
dan wanita dalam menjalani kehidupan,yang memang adakalanya sama dan adakalanya
berbeda. Hanya saja, persamaan dan perbedaan ini tidak bisa dipandang sebagai
adanya unsur kesetaraan atau ketidaksetaraan gender, melainkan semata-mata
merupakan pembagian tugas yang sama-sama penting dalam upaya mewujudkan tujuan
tertinggi kehidupan masyarakat, yaitu kebahagiaan hakiki di bawah keridhaan
Allah.
Pengkhususan hukum Islam bagi pria dan
wanita tidak bermakna adanya penghinaan atau dominasi salah satu pihak oleh
pihak yang lain. Baik pria atau wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk
meraih kemuliaan, yaitu dengan jalan taqwa kepada Allah semata.
Hal ini dipandan berbeda oleh kaum feminis
mereka menganggap bahwa kemuliaan wanita atau pria ditentukan oleh kesetaraan
hak dan kewajiban, yang berarti tolok ukurnya adalah kuantitas aktivitas,bukan
kualitas. Sehingga seorang wanita yang hanya berperan sebagai ibu rumah tangga
dipandang kurang mulia dibandingkan dengan yang merangkap bekerja di luar
rumah, tanpa adanya perbandingan kualitas pada masing-masing aktivitas.
Islam disini bukan berarti melarang
Muslimah beraktivitas di luar rumah, tetapi Islam justru mengatur agar
kehormatan wanita tetap terjaga saat Muslimah melakukan aktivitasnya di luar
rumah. Ada bidang-bidang tertentu yang justru wajib dipegang oleh Muslimah,
misalnya dokter spesialis kandungan dan kebidanan, perawat, bidan, atau guru.
Ide dari paham feminisme merupakan alat kendali bagi neoliberalisme
yang berbalut “keindahan”,suatu yang benar memang jika
wanita harusnya ditempatkan pada kursi
yang mulia.Untuk meraih kemulian yang haqiqi itu sendiri harus dengan cara- cara
yang benar, dan tidak merusak wanita itu sendiri pada generasi berikutnya.
Buletin BPPI bulan April