Terkadang dalam sholat jama'ah di kampung-kampung masih sering kita saksikan fenomena unik. Bak orang sedang balapan. Terkadang mendahului atau memperlambat. Eitts, bukan itu maksudnya. Tetapi terkadang masih ada yang mendahului atau memperlambat gerakan imam. Entah pegel plus linu, atau pengen khusyu', ga tau deh. Tetapi pada hakikatnya keberadaan imam itu untuk diikuti, guys. Kita menyamai gerakan imam aja tidak boleh lho, hmm.
Imam dijadikan sebagai
pemimpin dan wajib diikuti dalam shalat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu :
"Dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, bahwasanya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihnya.
Apabila ia ruku’, maka ruku’lah. Dan bila ia mengatakan 'sami’allahu liman
hamidah', maka katakanlah,'Rabbana walakal hamdu'. Apabila ia sujud, maka
sujudlah. Dan bila ia shalat dengan duduk, maka shalatlah dengan duduk semuanya".
[Muttafaqun ‘alaihi].
Dengan diwajibkannya mengikuti imam ini, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tertinggal sebagian shalatnya
(masbuq) untuk memulai dan mengikuti imam dalam semua keadaan. Sebagaimana
disampaikan Ali bin Abi Thalib dan Mu’adz bin Jabal :
"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,"Apabila salah seorang dari kalian mendapatkan shalat dan imam
sedang dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia berbuat seperti imam berbuat."
[HR at Tirmidzi, dan dishahihkan al Albani dalam Shahih Sunan at Tirmidzi, no.
484]
Abu Isa at Tirmidzi berkata,"Para
ulama menyatakan, apabila seseorang datang dan imam dalam keadaan sujud, maka
hendaknya ia sujud, dan tidak dianggap mendapat satu raka'at (bersama imam)
apabila ia tidak mendapatkan ruku’ bersama imam."
Dalam permasalahan mengikuti imam dalam shalat berjamaah ada empat keadaan para
ma'mum :
Pertama
: Mutaba’ah (Mengikuti Imam).
Pengertiannya, seseorang memulai melakukan perbuatan shalat, langsung, setelah
imam memulainya, namun tidak bersamaan. Inilah yang diperintahkan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, berdasarkan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam :
"Sesungguhnya imam hanya untuk
diikuti. Apabila ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan kalian jangan bertakbir
sampai ia bertakbir. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah, dan kalian jangan ruku’
sampai ia ruku’. Apabila ia mengatakan "sami’allahu liman hamidah",
maka katakanlah "Rabbana walakal hamdu". Apabila ia sujud, maka
sujudlah, dan kalian jangan sujud sampai ia sujud." [HR Abu Dawud, no.
511]
Begitu pula dengan perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana
disampaikan Bara` bin ‘Azib :
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu apabila mengucapkan "sami’allahu liman hamidah", tidak
ada seorangpun dari kami yang mengangkat punggungnya, sampai Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam sujud, kemudian barulah kami sujud setelahnya."[HR
Bukhari, no. 649]
Kedua : Musabaqah (Mendahului Imam).
Pengertiannya, seseorang mendahului imam dalam perbuatan shalat, seperti
bertakbir sebelum imam bertakbir, atau ruku’ sebelum imam ruku’. Mendahului
imam, menurut kesepakatan para ulama nya, hukumnya haram. Dalam hadits-hadits
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terdapat adanya larangan mendahului imam, di
antaranya:
Dari Anas , ia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam mengimami kami shalat. Ketika telah selesai shalat, beliau menghadap
kami dengan wajahnya, lalu berkata: "Wahai
manusia, sesungguhnya aku adalah imam kalian, maka janganlah kalian
mendahuluiku dengan ruku’, sujud, berdiri atau selesai". [HR Muslim,
no. 426].
Rasulullah memberikan ancaman keras bagi seseorang yang mendahului imam,
seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam akan Allah
rubah kepalanya menjadi kepala himar (keledai)". [Muttafaqun ‘alaihi]
Ketiga : Muwafaqah (Menyamai Imam).
Pengertiannya, melakukan perbuatan dan perkataan bersamaan dengan gerakan
dan ucapan imam .
Muwafaqah ini ada dua jenis.
1. Menyamai imam dalam perkataan, maka ini tidak mengapa, kecuali dalam
takbiratul ihram dan salam. Adapun dalam takbiratul ihram, seperti bertakbir
sebelum imam menyempurnakan takbiratul ihram, maka shalatnya belum dianggap
sama sekali, karena harus melakukan takbiratul ihram setelah imam selesai
takbiratul ihram.
Sedangkan dalam salam, para ulama menyatakan, dimakruhkan salam bersama imam,
baik salam pertama maupun yang kedua. Adapun bila salam pertama setelah imam
selesai salam pertama, dan mengucapkan salam kedua setelah imam selesai salam
kedua, maka ini tidak mengapa. Namun yang lebih utama, tidak mengucapkan salam
kecuali setelah imam melakukan dua salam.
2. Menyamai imam dalam gerakan shalat, hukumnya makruh. Dan ada yang menyatakan
menyelisihi sunnah, tetapi yang rajih adalah makruh.
Contoh muwafaqah ini seperti, ketika imam mengatakan "Allahu Akbar"
untuk ruku’ dan mulai turun, lalu ma'mum juga turun menyamai imam tersebut,
maka perbuatan seperti ini hukumnya makruh, karena Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menyatakan:
Apabila ia ruku’, maka ruku’lah dan kalian jangan ruku’ sampai ia ruku’.
Keempat : At Takhalluf (Tertinggal Oleh Imam).
Pengertiannya adalah, terlambat dalam melakukan amalan shalat dengan imam,
seperti imam telah sujud dan sang makmum baru ruku’.
At Takhalluf ini ada dua jenis.
1. Takhalluf dengan udzur.
Apabila karena udzur, maka
seorang ma'mum melakukan amalan yang tertinggal tersebut dan mengikuti imam.
Demikian ini tidak masalah, walaupun berupa satu rukun yang sempurna atau dua
rukun. Seandainya seseorang lupa, atau lalai, atau tidak mendengar imamnya,
hingga imam mendahuluinya satu rukun atau dua rukun, maka ia (ma'mum) melakukan
gerakan yang tertinggal dan langsung mengikuti imamnya. Kecuali, jika imam
sampai pada posisi yang sama dengannya, maka ia melakukan amalan dan tetap
bersama imam. Ia mendapatkan satu raka'at yang tergabung dari dua raka'at imam,
yaitu satu raka'at yang ia tertinggal dan raka'at yang imam sampai padanya, ketika
ia dalam keadaan posisi tersebut.
Contohnya, seseorang shalat berjamaah bersama imam, lalu imam ruku’, berdiri,
sujud, duduk antara dua sujud dan sujud kedua lalu bangkit sampai berdiri.
Sementara orang ini (yaitu ma'mum) tidak mendengar suara takbir, kecuali pada
raka'at kedua. Misalnya, dikarenakan suara imam sangat pelan.
Contoh lainnya, ketika dalam shalat Jum’at, ia (ma'mum) mendengar imam membaca
surat al Fatihah kemudian listrik mati -yang menyebabkan pengeras suara ikut
mati, sehingga suara imam tidak terdengar- lalu imam menyempurnakan raka'at
pertama dan sudah berdiri. Sementara itu, karena suara imam tak terdengar, ada
seorang ma'mum yang menyangka imam belum ruku’ di raka'at pertama. Tiba-tiba,
ia mendengar imam membaca surat al Ghasyiyah, maka ia (ma'mum) tetap bersama
imam, dan raka'at kedua imam menjadi raka'at pertamanya. Sehingga bila imam
salam, maka ia (ma'mum) mengqadha raka'at kedua.
Apabila ma'mum mengetahui ketertinggalannya dari imam sebelum imam kembali ke
posisinya, maka ia (ma'mum) mengqadha, lalu mengikuti imamnya.
Contohnya, ada seseorang mengerjakan shalat dengan imam. Lalu, imam ruku’, dan
ia tidak mengetahui imamnya sedang ruku’. Ketika imam mengucapkan
"sami’allahu liman hamidah", ia mendengarnya. Bila seperti ini keadaannya,
maka kepada ma'mum tersebut dikatakan : "Ruku’lah dan berdirilah; setelah
itu ikuti imam", sehingga ia mendapatkan raka'at, karena ketertinggalannya
berasal dari udzur".
2. Takhalluf tanpa udzur,
meliputi dua jenis.
- Takhalluf fi ar rukn (pada rukun ).
Pengertiannya, tertinggal dari mengikuti imam, namun masih mendapati imam pada
rukun berikutnya.
Contohnya, imam ruku’ dan
ma'mum masih menyisakan satu ayat atau dua ayat, lalu ma'mum tetap berdiri
menyempurnakan kekurangan tersebut. Namun ma'mum itu pun ruku’ dan mendapatkan
imam belum bangun dari ruku’nya, maka raka'at tersebut shahih, namun
perbuatannya menyelisihi sunnah. Karena, yang disyariatkan adalah memulai ruku’
ketika imam sampai pada ruku’, dan tidak memperlambat yang menyebabkan ia
tertinggal, dengan dasar sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
Apabila ia ruku’, maka ruku’lah.
- Takhalluf bi ar rukn (dengan rukun).
Pengertiannya, seorang imam mendahului ma'mum satu rukun, yaitu imam ruku’ dan
berdiri sebelum ma'mum ruku’. Para ahli fiqih menyatakan bahwa, hukum takhalluf
sama dengan hukum mendahului imam. Apabila tertinggal satu ruku’, maka
shalatnya batal, sebagaimana bila mendahului imam.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan: "Pendapat yang rajih, sesuai
yang kita rajihkan dalam masalah mendahului imam adalah, bila tertinggal satu
rukun tanpa udzur, maka shalatnya batal, baik yang tertinggal itu ruku’ atau
selainnya". (sumber: almanhaj.or.id)