Malam
siang bergantian setiap harinya mengawal kehidupan manusia . Manusia hidup
kemudian mati lalu kembali hidup , begitu terus hingga kematian yang
sesungguhnya menjemput . Aktivitas-aktivitas yang dilakukan semua bermuara pada
tujuan yang bermacam-macam . Jalan yang ditempuh oleh umat manusia dalam
berusaha pun tidak kalah berwarnanya. Ada yang berdagang , ada yang bertani ,
ada yang berdasi sambil menenteng koper ,juga ada yang
membawa kecrekan serta sekantong plastik bekas permen kopi .
Begitulah
manusia setiap harinya, waktunya dihabiskan hanya untuk beraktivitas kerja ,
kerja dan kerja . Malah ada kondisi dimana mereka semua sibuk mengumpulkan tapi
lupa untuk menikmati . Sikut kanan dan sikut kiri untuk mengejar kebutuhan yang
dia sendiri pun tidak punya waktu untuk menikmatinya . Mungkin memang benar dunia
adalah tempat yang sibuk sedangkan istirahat yang abadi hanyalah kampung
akhirat .
Benarkah hidup hanya sekadar kerja, kerja, dan kerja?
Allah menciptakan manusia lebih dari sekedar untuk
bekerja . Mereka pun ada yang sehari-harinya hanya berdiam diri di masjid dan
beribadah mengaku cinta kepada Allah dan rasulnya tapi kebutuhannya sendiri
tidak dapat dipenuhi . Apakah Allah menciptakan hanya untuk beribadah ? Kalau
itu saya setuju . Tetapi perlu ada sedikit perbaikan dari pola pikir dua titik
ekstrim ini .
Dikisahkan tentang tiga pemuda yang tercantum dalam suatu hadis berikut,
Dari Anas ia
berkata, “Ada tiga orang yang datang ke rumah istri-istri Nabi shallAllahu
‘alaihi wa sallam untuk bertanya tentang ibadah Nabi shallAllahu ‘alaihi wa
sallam. Saat mereka diberitahu, maka sepertinya mereka menganggapnya sedikit,
lalu mereka berkata, “Bagaimanakah keadaan kami dibanding Nabi shallAllahu
‘alaihi wa sallam yang telah diampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan
datang.” Salah seorang dari mereka berkata, “Adapun saya, maka saya akan shalat
malam selama-lamanya.” Yang lain berkata, “Saya akan berpuasa selama-lamanya
dan tidak akan berbuka.” Sedangkan yang lain lagi berkata, “Saya akan menjauhi
wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya.” Maka datanglah Rasulullah shallAllahu
‘alaihi wa sallam kepada mereka dan bersabda, “Kalian yang berkata begini dan
begitu. Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah
dan paling takwa kepada-Nya. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat
dan aku tidur, dan aku menikahi wanita. Barang siapa yang tidak suka sunnahku,
maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah tidak
menghendaki orang-orang yang berlebihan dalam beragama . Berlebihan berarti
menambah-nambah sesuatu yang tidak ada pada asal awalnya . Tidak sesuai dengan
ajaran yang disampaikan baginda Nabi Muhammad SAW. Allah juga melarang hamba-hambanya untuk
mengejar ambisi duniawi . Memperturutkan syahwat yang sebelumnya fitrah berubah
menjadi fitnah .
merupakan hal yang hina ketika manusia ,
yang tercipta untuk menjadi khalifah di muka bumi hanya bekerja dan bekerja
tanpa memikirkan akhiratnya . Merugi lah orang yang seperti itu , berlaku
layaknya robot .
Kehidupan dunia
dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina
orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia
daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya tanpa batas. (Al Baqarah :212)
Maka sudah seharusnya mengambil langkah
bijak menyikapi dua titik ekstrim tersebut . Orang yang
bijak tidak akan melupakan akhiratnya dalam pencarian dunianya
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al Qashshash: 77).
Apabila kita
membaca sejarah-sejarah yang telah lalu , bagaimana Abu Bakar RA ingin
menyedekahkan seluruh amalnya apabila beliau tidak memiliki perdagangan yang
menghasilkan harta . Lalu bagaimana kebijakan Nawaib –pembebanan pajak yang
tinggi kepada muslimin yang kaya- pada perang tabuk dapat dijalankan dan
akhirnya membiayai jalannya perang tersebut apabila umat muslim pada saat itu
tidak memiliki harta yang banyak ? Lalu bagaimana seorang mustahik dapat
mendapatkan bagiannya apabila diantara umat muslim semuanya adalah orang-orang
yang “alim” dan “mengejar akhirat?”
Maka kita
dituntut mampu memahami hakikat diri kita . Kita harus mampu memahami hak-hak
lain yang terdapat pada diri kita . Hak Allah untuk disembah karena Ia telah
memberikan segala anugrahnya yang tidak putus-putus , Hak Rasulullah untuk kita
doakan karena Ia telah membimbing kita dari gelapnya kejahilan menuju indahnya
cinta kasih islam , Hak orang tua kita yang telah membesarkan kita dengan susah
payah , Hak pekerjaan kita yang karena kita sudah memilih dan mendapatkan upah
dari sana , serta hak-hak lain yang melekat pada diri kita .
0 comments :
Posting Komentar