Salah satu pedagang gerabah yang ikut memeriahkan dugderan. (Foto: Harsem/Cun Yahya, dari http://hariansemarangbanget.blogspot.com/ 2012/06/pedagang-dugderan-mulai-berdatangan.html) |
Banyak
orang berlalu lalang memenuhi Pasar Johar siang itu. Pasar tak hanya dipenuhi
oleh ibu-ibu seperti hari-hari biasa. Hari itu, hari terakhir Bulan Sya’ban.
Esok hari Ramadhan tiba. Semua keluarga berkumpul disana. Dugderan, mereka
menyebutnya.
Seorang anak kecil
berumur 10 tahun terhimpit banyak orang di gendongan ayahnya. Kedua tangannya
ia kalungkan di leher ayahnya. Tepat di depannya perempuan berumur 30 an
berjalan melawan kerumunan orang-orang mencarikan jalan untuk mereka.
”Dolanane Bu, dolanane.”
Teriak salah satu pedagang. Setiap dugderan,
pedagang-pedagang berjualan barang-barang terbuat dari tanah liat yang dicat
berwarna-warni sehingga terlihat lebih menarik. Barang-barang dari tanah liat
ini dibentuk menjadi piring, teko, gelas, dll dalam ukuran kecil. Oleh karena
itu, biasanya orang-orang membeli barang-barang tersebut untuk anak-anak mereka
sebagai sarana bermain. Satu keluarga tadi pun tergiur untuk mampir di tempat barang-barang unik
tersebut.
Sebuah
Tradisi Jelang Ramadhan
Dugderan
telah
menjadi tradisi menjelang Bulan Ramadhan di Kota Semarang. Kegiatan ini
berpusat di Pasar Johar. Di hari dugderan,
Pasar Johar sangat penuh oleh orang-orang. Selain untuk berbelanja, meraka juga
berniat untuk menyambut meriah Bulan Ramadhan yang akan datang keesokan
harinya. Tak heran jika dugderan
menjadi hari yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Kota Semarang apabila bulan
suci Ramadhan akan segera tiba.
Sebuah
Romantisme
Arena pasar Dugderan seperti biasanya diramaikan
arena permainan anak-anak seperti komedi putar, tong setan hingga hiburan pasar
malam. Keramaian pasar rakyat ini akan berakhir pada puncak
tradisi Dugderan satu hari menjelang
1 Ramadhan yang ditandai dengan arak-arakan dugderan
yang dimulai dari halaman Kantor Walikota menuju Masjid Kauman Semarang
Begitulah Dugderan menghadirkan gegap gempita, bukan hanya dimaknai sebagai sebuah tradisi, tetapi menjadi kebahagiaan akan datangnya bulan yang mulia: Bulan suci Ramadhan. Selamat berlomba-lomba dalam kebaikan.
(Ditulis oleh Devi Setianingsih dalam Pelatihan Jurnalistik Internal Media Komunikasi dan Informasi BPPI, 24-25 Juni 2014. @devi_setia20)
0 comments :
Posting Komentar