Apakah mimpi basah membatalkan puasa??
Ada sebuah pertanyaan yang diajukan pada Syaikh ‘Abdul ‘Aziz
bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah[1], “Jika orang yang berpuasa
mimpi basah di siang hari bulan Ramadhan, apakah puasanya batal? Apakah dia
wajib untuk bersegera untuk mandi wajib?"
Beliau rahimahullah menjawab,
“Mimpi basah tidak membatalkan puasa karena mimpi basah
dilakukan bukan atas pilihan orang yang berpuasa. Ia punya keharusan untuk
mandi wajib (mandi junub) jika ia melihat yang basah adalah air mani. Jika ia
mimpi basah setelah shalat shubuh dan ia mengakhirkan mandi junub sampai
waktu zhuhur, maka itu tidak mengapa.
Begitu pula jika ia berhubungan intim dengan istrinya di
malam hari dan ia tidak mandi kecuali setelah masuk Shubuh, maka seperti itu
tidak mengapa. Mengenai hal ini diterangkan dalam hadits yang shahih bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk Shubuh dalam keadaan junub
karena sehabis berhubungan intim dengan istrinya. Kemudian beliau mandi junub
dan masih tetap berpuasa.
Begitu pula wanita haidh dan nifas, jika mereka telah suci
di malam hari dan ia belum mandi melainkan setelah masuk Shubuh, maka seperti
itu tidak mengapa. Jika mereka berpuasa, puasanya tetap sah. Namun tidak boleh
bagi mereka-mereka tadi menunda mandi wajib (mandi junub) dan menunda shalat
hingga terbit matahari. Bahkan mereka harus menyegerakan mandi wajib sebelum
terbit matahari agar mereka dapat mengerjakan shalat tepat pada waktunya.
Sedangkan bagi kaum pria, ia harus segera mandi wajib
sebelum shalat Shubuh sehingga ia bisa melaksanakan shalat secara berjama’ah.
Sedangkan untuk wanita haidh dan nifas yang ia suci di tengah malam (dan masih
waktu Isya’, pen), maka hendaklah ia menyegerakan mandi wajib sehingga ia bisa
melaksanakan shalat Maghrib dan Isya’ sekaligus di malam itu. Demikian fatwa
sekelompok sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula jika
wanita haidh dan nifas suci di waktu ‘Ashar, maka wajib bagi mereka untuk
segera mandi wajib sehingga mereka bisa melaksanakan shalat Zhuhur dan Ashar
sebelum tenggelamnya matahari.
Wallahu waliyyut taufiq.
Demikian
Fatwa Syaikh Ibnu Baz rahimahullah.[2]
***
Hadits
yang menerangkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk
shubuh dalam keadaan junub adalah sebagai berikut.
Dari
‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله
عليه وسلم – كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ، ثُمَّ
يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam
keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya, kemudian beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.”[3]
Istri
tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata,
قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ فِى رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ
فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ.
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu fajar di bulan Ramadhan
dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.”[4]
Pelajaran
yang bisa diambil dari fatwa di atas:
- Mimpi basah tidak membatalkan puasa karena bukan pilihan seseorang untuk mimpi basah.
- Jika mimpi basahnya setelah waktu Shubuh, maka orang yang junub boleh menunda mandi wajibnya hingga waktu Zhuhur.
- Jika junub karena mimpi basah atau hubungan intim dengan istri di malam hari, maka bagi pria yang wajib menunaikan shalat berjama’ah diharuskan segera mandi wajib sebelum pelaksanaan shalat Shubuh agar ia dapat menunaikan shalat Shubuh secara berjama’ah di masjid.
- Jika wanita haidh dan nifas suci di waktu Isya’ (sampai pertengahan malam), maka ia diharuskan segera mandi, lalu ia mengerjakan shalat Maghrib dan Isya’ sekaligus. Demikian fatwa sebagian sahabat. Begitu pula jika wanita haidh dan nifas suci di waktu Ashar, maka ia diharuskan segera mandi, lalu ia mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar sekaligus.
- Jika orang yang junub, wanita haidh dan nifas masuk waktu Shubuh dalam keadaan belum mandi wajib, maka mereka tetap sah melakukan puasa.
Mengenai
permasalah wanita haidh dan nifas yang suci di waktu shalat kedua, seperti
waktu Ashar dan Isya’ lantas ia diwajibkan mengerjakan dua shalat sekaligus
(Zhuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya’), insya Allah ada tulisan tersendiri
mengenai hal ini. Semoga Allah mudahkan.
[1] Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah
bin Baz pernah menjabat sebagai ketua Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al
‘Ilmiyyah wal Ifta’, Komisi Fatwa di Saudi Arabia.
[2] Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 14/283.
[3] HR. Bukhari no. 1926.
[4] HR. Muslim no. 1109.
0 comments :
Posting Komentar