21 Okt 2012

Muslim Rwanda, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

RWANDA (Berita SuaraMedia) – Sebuah film mengenai kisah komunitas Muslim Rwanda dalam peristiwa genosida tahun 1994 terhadap etnis Tutsi saat ini sedang dalam proses syuting di Rwanda.

Pengambilan gambar dari film "Kinyawanda" oleh Ishmael Ntihabose dan Alrick Brown dimulai pada tanggal 14 November dan menurut jadwal akan berakhir sekitar tanggal 7 Desember. Film ini rencananya akan beredar pada tahun 2010.



Saat genosida Rwanda tahun 1994, ulama Kigali, pemimpin Muslim yang paling dihormati di negara tersebut, mengeluarkan sebuah fatwa yang melarang kaum Muslim berpartisipasi dalam pembunuhan etnis Tutsi.

Ketika negara tersebut menjadi tempat pembantaian, Masjid-masjid menjadi jujugan para pengungsi di mana kaum Muslim dan Kristen, Hutu dan Tutsi bersatu untuk saling melindungi.


Produser eksekutif Ntibose mendasarkan film itu pada kesaksian nyata para korban selamat yang mengungsi di Masjid Besar Kigali dan madrasah Nyanza.

Film itu menyatukan enam kisah berbeda yang membentuk satu narasi besar yang memberikan penggambaran paling nyata dan kompleks namun memperlihatkan daya tahan manusia dan kehidupan selama genosida. Dengan perpaduan para karakternya, film ini memberikan penghormatan bagi banyak orang, menggunakan suara dari sedikit orang.

Produser film AS Darren Dean, yang baru-baru ini berada di negara tersebut untuk menggarap proses syuting Kinyarwanda, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan The Times bahwa itu adalah pertama kalinya ia datang ke Afrika.

Ia juga mengatakan bahwa ia dapat melihat adanya potensi besar dari film itu, karena Kinyarwanda adalah sebuah film baru yang didasarkan pada genosida Rwanda, dan membawa elemen-elemen penyatu dan rekonsiliasi di antara komunitas Muslim dan penduduk Rwanda sendiri.

Film yang didanai oleh Instrumen Demokrasi dan HAM Eropa Komisi Eropa dan diproduksi oleh Asosiasi Muslim Rwanda (AMUR) ini dibintangi oleh Cassie Freeman (bintang film "Inside Man" dari Spike Lee) sebagai Letnan Rose Kabuye. Tiga puluh enam pelajar film dan 14 pembuat film internasional juga menjadi bagian dari kru produksi.

Sutradara Brown lahir di Kingston, Jamaica. Ia adalah seorang aktor, sutradara, dan produser.
Brown telah mengerjakan beberapa serial dan drama. Ia menyutradari "Us: A Love Story", memproduksi "Death of Two Sons" dan berakting di "The Man in the Silo".

Tanggal 6 April 1994 adalah hari pertama genosida yang disponsori oleh pemerintah di mana ekstremis enits hutu membunuh 800.000 minoritas Tutsi dan Hutu moderat.
Sejak genosida itu, penduduk Rwanda telah banyak yang masuk agama Islam. Kaum Muslim kini membentuk sekitar 14% dari total 8.2 juta populasi negara paling Katolik di Afrika itu, dua kali lipat lebih banyak daripada ketika sebelum pembunuhan terjadi.

Banyak mualaf yang mengatakan bahwa mereka memilih Islam karena peran yang dimainkan oleh para pemimpin Katolik dan Kristen dalam genosida tahun 1994. Kelompok-kelompok pembela HAM telah mendokumentasikan beberapa insiden di mana pemuka agama Kristen mengijinkan etnis Tutsi mengungsi di dalam gereja kemudian menyerahkan mereka ke pasukan pembunuh Hutu. Ada juga contoh-contoh ketika para pendeta Hutu mendorong kongregasinya untuk membunuh etnis Tutsi. Kini, beberapa gereja menjadi tempat peringatan bagi banyak orang yang dibantai di sana.

Empat pemuka agama mendapat tuntutan genosida di Pengadilan Kriminal Internasional PBB untuk Rwanda, dan tahun lalu di Belgia, mantan penguasa kolonial Rwanda, dua biarawati Rwanda didakwa melakukan pembunuhan atas peran mereka dalam pembantaian 7.000 etnis Tutsi yang mencari perlindungan di sebuah biara Benedictine.

Sebaliknya, banyak pemimpin dan keluarga Muslim yang dihormati karena telah melindungi dan menyembunyikan mereka yang melarikan diri.
Beberapa pihak mengatakan bahwa kaum Muslim melakukannya karena agama mereka melarang keras pembunuhan, meskipun doktrin Kristen juga mengajarkan hal yang sama. Yang lain berpendapat bahwa kaum Muslim tidak menjadi target pembunuhan Hutu dan tidak merasa takut untuk melakukan sesuatu yang menurut mereka adalah hal terhormat.

"Saya tahu orang-orang di Amerika menganggap Muslim adalah teroris, namun bagi rakyat Rwanda mereka adalah pejuang kebebasan kami selama masa genosida," ujar Jean Pierre Sagahutu, 37, seorang Tutsi yang masuk Islam dari agama terdahulunya Katolik setelah ayah dan sembilan anggota keluarganya yang lain dibunuh. "Saat itu saya hendak bersembunyi di gereja, namun itu adalah tempat yang paling buruk untuk bersembunyi. Sebaliknya, seorang keluarga Muslim menampung saya. Mereka menyelamatkan hidup saya."

Sagahutu mengatakan bahwa ayahnya bekerja di sebuah rumah sakit di mana ia menjadi teman sebuah keluarga Muslim. Mereka menampung Sagahutu, meskipun mereka adalah etnis Hutu. "Saya melihat mereka melakukan sholat lima kali dalam sehari. Saya makan bersama mereka dan saya melihat bagaimana mereka menjalani hidup," ujarnya. "Ketika mereka beribadah, etnis Hutu dan Tutsi berada di Masjid yang sama. Tidak ada perbedaan. Saya ingin melihat hal itu." (rin/wb/rr) 

Sumber : http://suaramedia.com

1 komentar :

  1. Assalamu 'alaykum

    Silakan buka Ms. Word/ yang sejenisnya di PC antum. Kemudian ikuti petunjuk dibawah ini :
    1. Ketik Q33 NY, ini adalah nomor penerbangan pesawat pertama yang menabrak WTC 9/11 2001.
    2. Tebalkan (bold) Q33 NY.
    3. Ganti ukuran font menjadi lebih besar (disarankan 48 atau 72).
    4. Ganti jenis font menjadi WINGDINGS

    Tragedi WTC adalah mutlak rekayasa untuk mendoktrin bahwa ISLAM adalah teroris

    BalasHapus