20 Jul 2012

Fiqh of Fasting

Oleh :
Muhammad Rizka Al Hakim
dengan peyesuaian dari redaksi

Bukan zamannya cuma asal puasa, harus tahu ilmunya dong. Jadi, yuk bahas tentang Fiqh of Fasting ini bareng-bareng.



Syarat diterimanya suatu amalan ada tiga: (1) beriman kepada Allah SWT (2) ikhlas karena Allah, dan (3) mengikuti tuntunan Rasulullah dalam mengamalkan ibadah tersebut. Jika  tidak memenuhi tiga criteria tersebut walaupun hanya satu saja, maka Allah tidak akan menerima amalan tersebut. Jadi, jika kita hendak melakukan ibadah termasuk puasa, kita harus mengetahui ilmunya. Seperti kaidah yang dicontohkan shahabat Nabi, yaitu “berilmu sebelum berkata dan beramal”. Jangan asal omdo (omong doang) terus beramal ini itu, tapi pas ditanya ternyata nggak tahu dasarnya apa dan dari mana. Jangan hanya bilang,”Yang penting niatnya.”   (Yang seperti ini nggak bener, so jangan ditiru ya…)

Syarat-syarat dan Hukum Puasa bagi Musafir, Orang Sakit, Lanjut Usia, Wanita Hamil dan Menyusui
A.      Syarat-syarat Puasa
Dalam kewajiban berpuasa, seorang muslim disyaratkan udah baligh dan berakal sehat (nggak gila). Berdasarkan sabda Nabi s’aw,

Pencatatan amal diangkat dari tiga orang, (yakni) orang gila hingga dia sadar (dari gila), orang tidur hingga dia bangun, dan anak kecil hingga dia dewasa.” (HR. Abu Dawud: 16, kitab Al Hudud, Tirmidzi: 1423, dan Ibnu Majah: 2041)
Untuk wanita muslim ada syarat tambahan, yakni disyaratkan suci dari darah haidh dan nifas. Dasarnya HR. Bukhari: 6, kitab Al Haidh.
B.      Musafir
Musafir adalah orang yang sedang bepergian sejauh jarak yang diperbolehkan mengqasar (meringkas) shalat. Akan tetapi, agar tidak membingungkan bisa dipakai pendapat yang menyatakan bahwa jarak safar tersebut sepanjang 48 mil (sekitar 80 atau 90 km).
Jadi, boleh nggak puasa jika telah menempuh jarak sekitar 48 mil. Tapi wajib untuk menggantinya ketika telah bermukim (yakni berhenti dari safar tersebut). Berdasarkan firman Allah:
“…Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (safar) (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain…” (QS. Al Baqarah:184)
Walaupun begitu, lebih baik tetap berpuasa bila safar yang dilakukan tidak memberatkan. Sebagaimana firman Allah SWT,
“…dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 184)
C.      Orang yang Sakit
Bila seorang muslim sakit pada waktu Bulan Ramadhan, maka ada 3 kemungkinan:
  • Jika sakitnya itu ringan, dan puasa itu tidak menambah parah sakitnya, maka dia tetap berpuasa.
  • Jika puasa akan memberatkannya, maka boleh berbuka (tidak berpuasa).
  • Jika berpuasa justru akan membahayakan kesehatan atau jiwanya, maka tidak boleh berpuasa. Namun tetap wajib untuk menggantinya sebanyak hari yang ditinggalkan tersebut, setelah sembuh dari sakit berat tersebut.
D.     Orang Sakit yang tidak ada harapan sembuh dan yang Lanjut Usia
Apabila seorang muslim udah lanjut usia atau punya penyakit yang nggak ada harapan sembuh sehingga tidak kuat berpuasa, maka ia boleh nggak berpuasa. Sebagai gantinya, ia membayar fidyah dari hari yang ia tinggalkan puasa sebanyak 1 mud (sekitar 544 gram) makanan. Seperti yang dijelaskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 184 dan HR. Daruquthni & Al-Hakim.
E.      Wanita Hamil dan Menyusui
Apabila seorang muslimah hamil lalu dia khawatir terhadap dirinya atau bayi yang ada dalam kandungannya, maka diperbolehkan untuk tidak puasa. Ketika halangan tersebut hilang, maka dia wajib mengganti puasanya. Dan jika dia mampu, ia boleh membayar fidyah di hari yang ia tidak berpuasa sebanyak 1 mud makanan, dan ini lebih sempurna dan lebih besar pahalanya.
Begitu juga hukumnya bagi wanita yang sedang menyusui yang khawatir terhadap dirinya atau anaknya, dan tidak mendapat orang lain yang menyusuinya. Dasarnya adalah Surah Al-Baqarah ayat 184.

Rukun-rukun Puasa, Sunnah-sunnahnya, dan Hal-hal yang Dimakruhkan
A.     Rukun-rukun Puasa
Rukun-rukun puasa adalah hal-hal yang harus ada dalam berpuasa. Puasa jadi nggak sah kalo nggak ada rukun-rukunnya. Ada 3 rukun puasa:
1.      Niat
Niat adalah maksud atau ketetapan hati dalam melakukan sesuatu.
Kalau puasa wajib, maka niatnya itu wajib dilaksanakan pada malam hari sebelum subuh. Ini berdasarkan sabda Nabi s’aw,
Barangsiapa yang tidak meniatkan puasa pada malam hari, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. An-Nasa’i: 4/196, Ad-Darimi: 2/7, dan Daruquthni: 2/172).
Kalau puasa sunnah, maka tetap sah walaupun niatnya itu setelah terbit fajar dan mulai siang, asalkan belum melakukan sesuatu yang membatalkan puasa setelah fajar, missal makan dan minum. Hal ini berdasarkan perkataan ‘Aisyah r’a dalam HR. Muslim: 169, 170, kitab Ash-Shiyam.
2.      Imsak
Imsak adalah menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa, seperti: makan, minum, dan berhubungan intim.
3.      Dilaksanakan pada waktunya
Puasa harus dilaksanakan pada waktunya, yakni mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Ini berdasarkan firman Allah SWT,
“…kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang waktu) malam…” (QS. Al-Baqarah : 187)

B.      Sunnah-sunnah Puasa
Sunnah-sunnah puasa adalah hal-hal yang menyempurnakan puasa. Jika tidak dilakukan puasanya tetap sah, tetapi kehilangan keutamaan atau kesempurnaan dalam berpuasa. Berikut adalah sunnah-sunnah puasa:
1.      Menyegerakan berbuka
Tidak menunda berbuka. Ini berdasarkan sabda Nabi s’aw,“Umatku akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur.” (HR. Ahmad: 5/174, shahih)
2.      Berbuka dengan kurma basah, kurma kering, atau dengan air putih
Sesuai dengan yang dituturkan Anas r’a dalam HR. Abu Dawud: 2356, Ahmad: 3/146.
3.      Berdo’a ketika berbuka
Nabi s’aw ketika berbuka mengucapkan do’a:
(Dzahaba azh-zhama-u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaa Allaah)
Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, insyaAllah” (HR. Abu Dawud: 2/306, Shahih al Jami’: 4/209)
Dan Ibnu Umar r’a. pernah mengucapkan do’a:
(Allahumma innii as-aluka birahmatika allatii wasi’at kulla syaiin an taghfiralii dzunuubii)
Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu, semoga Engkau mengampuni dosa-dosaku.” (Tercantum dalam kitab Al Adzkar karya Imam An-Nawawi: 173, dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dan ini hadits shahih)
4.      Sahur dan mengakhirkannya sampai akhir malam (mendekati subuh)

C.      Hal-hal yang Dimakruhkan dalam Berpuasa
Hal ini memang tidak membatalkan puasa. Namun menghindari perbuatan ini lebih baik.
1.      Berlebihan dalam berkumur-kumur atau ketika ber-istinsyaq.
Ini ketika berwudhu. Ber-istinsyaq adalah memasukkan air ke hidung ketika berwudhu.
Sabda Nabi s’aw, “Dan berlebih-lebihanlah kamu dalam ber-istinsyaq kecuali jika kamu sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi: 788, Abu Dawud: 2366, Nasai: 70, dalam kitab Ath-Thaharah, dan Ibnu Khuzaimah dan dia menshahihkannya)
2.      Mencium.
3.      Terus-menerus memandang istri disertai syahwat.
4.      Memikirkan keadaan atau gambaran berhubungan intim.
5.      Menyentuh wanita dengan tangan atau menempelkan tubuh dengan tubuh.
6.      Mengunyah permen karet. Karena dikhawatirkan sebagiannya meresap ke dalam kerongkongan.
7.      Mencicipi masakan. Jika sampai masuk ke kerongkongan maka puasanya batal, karena itu lebih baik dijauhi.
8.      Berkumur-kumur tetapi bukan untuk berwudhu ataupun suatu keperluan yang penting.
9.      Memakai celak pada awal siang hari. Tetapi boleh pada akhir siang hari.
10.  Berbekam. Karena dikhawatirkan akan melemahkan badan yang menyebabkan berbuka puasa, karena itu mengandung unsur yang akan membatalkan puasa.

Pembatal Puasa, serta Hal-hal yang Dibolehkan dan Dimaafkan Bagi yang Berpuasa

A.     Beberapa Hal yang dapat Membatalkan Puasa
1.      Murtad / keluar dari Islam
2.      Makan dan minum dengan sengaja
3.      Masuknya zat atau cairan ke dalam tubuh, yang berfungsi sebagai makanan atau minuman, ataupun pengganti makanan atau minuman. Baik melalui mulut dan hidung, maupun selain keduanya (seperti melalui infus, suntikan, dan sebagainya).
4.      Istimna’, yaitu keluarnya air mani dengan sengaja, baik karena senggama, melihat lawan jenis, mengkhayal, onani, dsb.
5.      Muntah dengan sengaja
Berdasarkan sabda Rasulullah s’aw, “Barangsiapa yang muntah dengan sengaja (ketika puasa), maka ia wajib menggantinya.” (HR. Tirmidzi: 3/225)
Kalau nggak sengaja, puasanya nggak batal.
6.      Makan, minum dan bersetubuh dengan meyakini bahwa matahari sudah terbenam, atau fajar belum terbit. Padahal sebenarnya matahari belum terbenam, ataupun fajar sudah terbit.
Sebagai catatan, meyakini bahwa matahari sudah terbenam atau fajar belum terbit” tidak sama dengan “lupa”.



7.      Membatalkan niat puasa
8.      Bersenggama (berhubungan badan) dengan sengaja

Jika hal di atas dilanggar, harus diganti sesuai jumlah hari yang ditinggalkan. Khusus untuk poin nomor 2 dan 8, ada tambahan kaffarat (denda), yaitu (1) memerdekakan seorang hamba sahaya; jika tidak mampu (2) berpuasa 2 bulan berturut-turut; jika tidak bisa (3) memberi makan 60 orang miskin. Jika masih tidak mampu, maka bersedekah sedapatnya, dan ini adalah bentuk keringanan dari Allah.

Dalam poin nomer 6, sebenarnya masih terjadi perbedaan pendapat, apakah membatalkan atau tidak.

B.      Hal-hal yang Diperbolehkan (Mubah) bagi Orang Berpuasa
1.      Bersiwak (sikat gigi)
2.      Mendinginkan tubuh, baik dengan mandi atau yang lain
3.      Makan, minum, dan bersenggama pada malam hari sampai terbit fajar
4.      Bepergian untuk perkara yang mubah
5.      Berobat dengan obat ataupun sarana yang halal, yang tidak memasukkan zat ke dalam tubuh
6.      Memamahkan makanan untuk anak kecil, asal tidak masuk ke kerongkongan
7.      Memakai wewangian

C.      Hal-hal yang Dimaafkan atas Orang yang Berpuasa
Jika beberapa hal ini terjadi pada orang yang berpuasa, maka insya’ Allah puasanya tidak batal.
1.      Menelan air liur sendiri
2.      Muntah dengan tidak sengaja, selama tidak kembali masuk setelah keluar ke ujung lidah
3.      Menelan sesuatu secara tidak sengaja
4.      Menghirup zat-zat yang tidak mungkin dihindari, seperti asap kendaraan atau pabrik
5.      Bangun dalam keadaan junub, ketika berpuasa
6.      Mimpi basah
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz ibn ‘Abdullah ibn Ba’z rahimahullah berkata yang artinya kurang lebih, “Mimpi basah tidak membatalkan puasa karena mimpi basah dilakukan bukan atas pilihan orang yang berpuasa. Ia punya keharusan untuk mandi wajib (mandi junub) jika ia melihat yang basah adalah air mani. Jika ia mimpi basah setelah shalat Shubuh dan ia mengakhirkan (menunda -red) mandi junub sampai Zhuhur, maka itu tidak mengapa (puasanya tidak batal walaupun sedang junub –red).”
7.      Makan atau minum karena lupa
Sebagai catatan, “lupa” berbeda dengan “meyakini bahwa matahari sudah terbenam atau fajar belum terbit”. Lihat poin "Beberapa hal yang dapat Membatalkan Puasa" no. 6 sebagai perbandingan.
Hal yang tidak kalah penting ketika sedang berpuasa, yaitu menahan diri dengan sungguh-sungguh, termasuk dari tingkah laku maupun perkataan yang tidak pantas.
Rasulullah SAW bersabda,“Barangsiapa (ketika berpuasa) tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya, dan berkelakuan jahil, maka tidak ada keperluan bagi Allah terhadap (usahanya menahan lapar dan haus).” (HR.Bukhari, Abu Dawud, dan lafazh itu baginya).
Wallahu a’lam bish-shawab.
Maraji’:
Al Quranul Karim & terjemahnya, Depag RI
abangdani.wordpress.com (Artikel: Pembatal Puasa di Zaman Modern)
almanhaj.or.id (Artikel: Seputar Hukum Shalat Jama dan Qashar)
E-Book “Panduan Ibadah Ramadhan”-Iman Santoso, Lc
Hishnul Muslim, cetakan V (Juli 2007), Solo: Pustaka Arafah
Minhajul Muslim, cetakan I (Sya’ban 1430 H/Juli 2009 M), Solo: Penerbit Insan Kamil
Mukhtashar Fiqih Sunnah, jilid 1, cetakan I (Dzulhijjah 1431 H/November 2010 M), Solo: Aqwam
Tarjamah Bulughul Maram, cetakan XXVII, Bandung: Penerbit Diponegoro

5 komentar :

  1. nice post gan, lebih baik ni blog di sebarin ke grup2 yang lain. So, lebih banyak orang yang tau tentang keberadaan grup ini. Kalo bisa posting hal2 umum yang sering kita jumpai di masyarakat sehingga menjadi bacaan yang g terlalu berat

    BalasHapus
  2. @Anonim : Syukron atas masukan saudara. Kami telah berusaha mempublikasikan blog ini ke grup2 lain.
    Untuk masalah memposting artikel yang sering dijumpai di masyarakat, insya' Allah kami akan berusaha menampilkannya. Artikel "Prahara Besar di Pertengahan Ramadhan" merupakan salah satu postingan tersebut.

    @U' Novitasari : sama2. Bukankah agama adalah nasehat.
    Ini semua dapat terwujud karena Allah SWT semata.

    BalasHapus