Saudaraku,
tentu kita semua tahu, saat ini Bumi Pertiwi tengan dibelit berbagai persoalan
yang sangat berat. Bila belakangan banyak orang menyerukan Save KPK, lebih dari
itu kita sesungguhnya memerlukan Save Indonesia. Karena, bila melihat beratnya
persoalan yang mengancam negeri ini dan tidak segera diatasi, bukan tidak
mungkin negeri ini akan hancur. Mengapa ???
Pertama, saat
ini Indonesia tengah berada dalam ancaman neoliberalisme dan neoimperialisme
yang makin keras mencengkeram. Neoliberalisme adalah paham yang menghendaki
pengurangan peran negara dalam ekonomi. Dalam pandangan neoliberalisme, negara
dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi oleh individu/korporat.
Pengurangan peran negara dilakukan dengan cara :
1. Privatisasi
sektor publik seperti migas, listrik, jalan tol dan lain sebagainya
2. Pencabutan
subsidi komoditas strategis seperti migas, listrik, pupuk dll.
3. Penghilangan
hak-hak istimewa BUMN melalui berbagai ketentuan dan perundang-undangan yang
menyetarakan BUMN dengan usaha swasta.
Jadi,
neoliberalisme sesungguhnya merupakan upaya pelumpuhan negara, selangkah menuju
korporatokrasi. Ketika itu, negara dikendalikan oleh persekutuan jahat antara
politikus dan pengusaha. Akibatnya, keputusan-keputusan politik tidak dibuat
untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan korporat (perusahaan) baik
domestik maupun asing.
Ancaman
neoliberalisme akan semakin besar dengan pemberlakuan MEA (Masyarakat Ekonomi
ASEAN) mulai tahun 2015 ini. MEA, sebagaimana blok pasar bebas lain, merupakan
strategi kekuatan kapitalis global untuk meluaskan hagemoninya, khususnya di
kawasan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Dalam pasar bebas,
dihapus semua hambatan masuk (barrier to entry) baik tarif maupun non-tarif
seperti regulasi, penetapan kouta, subsidi dan lainnya yang selama ini memang
dibuat untuk melindungi produk dalam negeri. Jadi, MEA tak lain adalah pasar
bebas yang akan membuka pasar negara-negara di kawasan ASEAN yang berpenduduk
sekitar 600 juta bagi produk dan penanaman modal negara-negara kapitalis besar.
Kedua,
gelombang
demokratisasi di segala bidang pasca Reformasi, khususnya di bidang politik
dengan pemberlakuan model pemilihan langsung untuk kepala negara dan kepala
daerah serta pemilihan anggota legislatif berdasar suara terbanyak, telah
memberikan kesempatan kepada kekuatan kapitalis global untuk lebih menancapkan
pengaruhnya di Indonesia. Dengan kekuatan dana besarnya, mereka masuk dalam
kontestasi politik di Indonesia. Harapannya, melalui orang-orang yang didukung,
mereka bisa turut menentukan pemilihan pejabat publik dan memberikan arah
kebijakan di masa mendatang. Bagi politikus pragmatis, tak jadi masalah
menggadaikan kewenangan politik, yang penting mereka terpilih. Karena itu,
pasca reformasi banyak sekali lahir kebijakan-kebijakan dan peraturan
perundangan yang sangat liberal dan kental dipengaruhi kepentingan asing.
Keputusan rezim
Jokowi-JK yang bergegas menaikkan harga BBM sesuai dengan harga pasar adalah
salah satu bukti kebijakan yang sarat dengan kepentingan asing. Inilah yang
diinginkan oleh perusahaan migas asing agar mereka bisa leluasa masuk di sektor
niaga BBM. Ini bisnis yang sangat besar, mereka mengambil minyak di Indonesia,
lalu diolah dan dijual di Indonesia, tetapi dengan harga internasional. Setiap
tahun, perusahaan migas asing diperkirakan bisa meraup untung tak kurang dari
Rp 150 triliun.
Di lapangan
legislatif, intervensi asing juga sangat nyata. Menurut seorang anggota DPR,
ada lebih dari 76 UU yang pembuatan draft-nya dilakukan pihak asing seperti UU
Migas, UU PM, UU Kelistrikan, UU SDA, UU Perbankan dan sejenisnya yang
jelas-jelas telah meliberalisasi sektor-sektor vital di Indonesia. Dari fakta
inilah, kita menyebut bahwa negeri ini tengah dalam ancaman neoimperialisme.
Saudaraku,
neoliberalisme dan neoimperialisme tentu saja berdampak sangat buruk buat kita
semua. Diantaranya, tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan ekonomi,
kerusakan moral, korupsi dan kriminalitas yang makin merajalela. Banyaknya
pejabat dan anggota legislatif yang menjadi tersangka korupsi menjadi bukti
nyata perilaku mereka yang menghalalkan segala cara guna mengembalikan
investasi politiknya. Selain itu, eksploitasi SDA secara brutal juga
menunjukkan bagaimana para pemimpin negeri ini telah gelap mata dalam
memperdagangkan kewenangannya sehingga membiarkan kekayaan alam yang semestinya
untuk kesejahteraan rakyat itu dihisap oleh korporasi domestik maupun asing.
Sementara itu,
demokrasi yang selama ini dipercaya sebagai sistem politik terbaik, yang akan
mewadahi aspirasi rakyat, pada kenyataannya bohong belaka. Rakyat hanya
diperhatikan pada saat kampanye atau sebelum pemilihan. Setelah terpilih,
anggota legislatif, kepala daerah, bahkan presiden lebih memperhatikan para
penyokongnya. Lahirnya UU Liberal dan lembeknya pemerintah di hadapan
perusahaan asing seperti Freeport adalah bukti nyata pengabaian aspirasi rakyat
serta ketundukan pemerintah pada kekuatan para cukong di dalam dan luar negeri.
Jadi, dalam demokrasi tidak ada yang namanya kedaulatan rakyat yang ada adalah
kedaulatan para pemilik modal.
Oleh karena itu,
wahai saudaraku jelas sekali negeri ini harus segera diselamatkan. Tak ada
pilihan lain kecuali dengan Islam, yakni dengan syariah dan khilafah. Jadi
Selamatkan Indonesia dengan Syariah dan Khilafah.
Sumber : Hizbut Tahrir Indonesia,
Edisi 749