22 Jan 2015

Memahami Amanah & Mengikis Habis Popularitas

Surakarta - (22/01/2015) Berbicara tentang amanah  sama saja dengan membahas tentang sesuatu yang besar dalam agama yang mulia. Apalagi amanah ini menjadi karakter khas yang dimiliki Rasulullah sehingga disegani dan dicintai oleh umatnya. Rasul bersabda:

"Tiada beriman orang yang tidak memegang amanat dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji." (HR. Ad-Dailami)

Amanah menjadi salah satu bagian dalam lingkaran keimanan seorang muslim dan menjadi satu hal penting untuk dipahami. Pernah kita melihat status di facebook atau media sosial yang lain, dalam salah gambar terdapat tulisan:
"Barakallah kepada si Fulan sebagai Ketua Umum/Presiden dan sebagainya..."

Menarik bahwa salah komentarnya adalah "barakallah wa innalillah."  

Jika melihat lebih jauh sebenarnya ada dua dimensi amanah. Pertama adalah makna barakallah itu artinya amanah merupakan salah satu sifat/amalan yang mulia. Atas sifat inilah Rasulullah disegani para umatnya dan bahkan musuhnya percaya dengan kemuliaan lisannya. Allah berfirman:

"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,  (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (Q.S Al-Mu'minun : 8-11)

Selanjutnya adalah ungkapan inalillah mengandung makna bahwa amanah adalah sebuah janji yang harus ditepati. Konsekuensi jika tidak amanah tentunya akan mengantarkan kepada murka Allah. Bahkan sahabat nabi, Abu Dzar al-Ghifari ketika meminta amanah kepada Rasulullah, beliau menolaknya dan menjawab:

"Hai Abu Zar, sesungguhnya pada hari kiamat engkau adalah seorang yang lemah dan sesungguhnya jabatan pemerintahan itu adalah sebagai amanat dan sebenarnya jabatan sedemikian itu adalah merupakan kerendahan serta penyesalan -pada hari kiamat- bagi orang yang tidak dapat menunaikan amanatnya, kecuali seorang yang mengambil amanat itu dengan hak sebagaimana mestinya dan menunaikan apa yang dibebankan atas dirinya perihal amanat yang dipikulkan tadi." (Riwayat Muslim)

Perlunya memahami amanah ini berarti mencoba untuk mengokohkan keimanan. Takutnya hal ini akan membawa kepada penyesalan. Murni ini adalah untuk menggapai ridho Illahi dan bukan untuk mencari popularitas semata.

Terkadang amanah perlu untuk ditunjukkan kepada khalayak dan itupun hanya sebagai sarana komunikasi. Ketika amanah sudah diberikan, maka ada baiknya kita melihat kemampuan dan kesanggupan pribadi. Poin apa saja yang masih kurang dan perlu ditingkatkan, itu menjadi pertimbangan besar dalam menerima sebuah amanah.

Perlu diperhatikan pula bahwa amanah itu lebih baik diberi bukan meminta. Sebab jika meminta, peluang syetan untuk merusak niat  semakin besar.  Ketika niat sudah rusak, maka tidak akan ada artinya di mata Allah dan itu artinya adalah amanah justru menjadi pintu masuk kita menuju murkaNya Allah SWT.


0 comments :

Posting Komentar