Dimana kita tinggal
sekarang? Dimana kita bisa menghirup udara segar? Dimana kita mampu bersua
dengan orang yang kita kasihi? Jawabannya adalah di dunia. Di dunia inilah kita
tinggal, kita bisa menghirup udara segar, bernafas bebas dan berjumpa dengan
orang-orang yang kita sayangi.
Indahnya dunia mampu menggoda siapa saja. Dunia
dengan rayuannya mencoba menarik manusia untuk terjun dan menikmati sepuasnya. Gemerlapnya
dunia sangat sayang untuk dilewatkan, sangat sayang jika dibiarkan. Mungkin
kita tak asing lagi dengan ungkapan, “Hidup hanya sekali, mari kita happy”. Memang benar hidup di dunia hanya
sekali dan memang kita harus happy agar
kita menjalani hidup dengan semangat tinggi. Tapi dunia hanya sementara, tentu happy yang dirasa tidak bertahan lama.
“Tiadalah perbandingan
dunia ini dengan akhirat, kecuali seperti seorang yang memasukan jarinya ke
dalam lautan luas maka perhatikanlah yang tersisa." (HR. Muslim). Inilah
dunia. Dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan akhirat. Dunia ini fana,
akhirat abadi selamanya. Manusia layaknya musafir yang berjalan beribu bahkan
berjuta kilometer untuk mencapai suatu tujuan, yakni Allah.
Di dunialah para
musafir ini singgah sejenak untuk minum, melepas dahaga yang kemudian kembali
melanjutkan perjalanan . Tak sedikit yang lengah, terlena dengan kenikmatan
meneguk segarnya air ‘dunia’. Mereka lupa akan tujuan awal, mereka lebih
memilih untuk tinggal. Para musafir yang beriman berbeda dengan musafir yang
tidak beriman. “Dunia ini adalah penjara bagi orang-orang yang beriman dan
surga bagi orang-orang kafir” (HR.Muslim). Orang yang beriman ingin segera
keluar dari penjara. Mereka tidak betah harus tinggal dalam penjara megah ini.
Karena mereka tahu setelah keluar dari penjara dunia, surga siap menyapa. Sedangkan
orang yang tidak beriman, tidak ingin meninggalkan dunia. Ini surga mereka.
Betapa bahagianya mereka, seakan-akan mereka benar-benar tinggal di surga.
Mereka tidak tahu bahwa surga mereka inilah yang menjadi cikal bakal api neraka.
Lalu bagaimana dengan
sekarang? Kita masih hidup di dunia. Apakah dunia tidak penting?
“Kalau begitu
kita tidak perlu berusaha keras di dunia, toh nanti kita tinggal juga”.
Bukan
seperti itu. Justru kita harus menaklukkan dan memperbudak dunia. Jadikan dunia
sebagai ladang akhirat. Jadikan dunia sebagai investasi akhirat. Ingin kaya?
Boleh, Islam tidak melarang. Mendapat status sosial yang tinggi? Boleh juga.
Belajar hingga jenjang yang lebih tinggi demi ilmu dan gelar akademis? Silakan.
Islam tidak membatasi. Yang perlu diperhatikan di sini adalah jangan sampai
kita lupa diri dan melupakan Allah. Kita boleh saja punya banyak harta, tapi
jangan sampai kita enggan menginfakkan harta untuk kemajuan Islam dan umatnya. Kita
boleh menjadi manusia terpintar sekalipun, tapi jangan sampai ilmu yang kita
miliki membuat kita lupa untuk mengamalkan demi kejayaan Islam dan umatnya.
Niatkan
semua karena Allah. Lakukan semuanya dengan cara yang benar, bukan dengan cara
sikut sana sikut sini, dorong sana dorong sini. Sekali lagi, Islam tidak
melarang kita untuk menikmati dunia tapi jangan sampai kita gelap mata dan
terus mengejarnya. Akhirat tujuan kita, dunia sebagai sarananya. Semoga Allah
ridhai kita.
(Nadifa | Magang Medkominfo BPPI 2014 | Disari dari Kajian FE 30 Oktober 2014)
0 comments :
Posting Komentar