23 Nov 2013

Pembuat Roti Dijadikan Tuhan



Mungkin kita sudah mendengar bahwa Latta adalah nama berhala yang disembah oleh orang kafir Quraisy dahulu yang berupa patung. Nama Latta di singgung oleh Allah Ta’ala dalam ayat:



أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى (19) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى(20) أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَى (21) تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى (22) إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى (23)

Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Latta dan Al Uzza. dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka” (QS. An Najm: 19-23)
Namun kebanyakan dari kaum muslimin belum mengetahui siapa sebenarnya Latta itu. Apakah ia sekedar patung? Mengapa ia disembah?


Imam Ibnu Jarir Ath Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ada 2 cara membaca اللَّاتَ. Yang pertama adalah dengan men-takhfif huruf ta’ (tidak di-tasydid). Jadi dibaca al laata, yang menunjukkan sebuah nama. Sebagian ulama mengatakan disebut al laata karena berasal dari lafadz ‘Allah’ kemudian ditambahkan ta’ ta’niits. Sebagaimana ‘Amr, menjadi ‘Amrah. Juga sebagaimana ‘Abbas menjadi ‘Abbasah. Demikianlah cara orang-orang musyrikin menyebut berhala mereka dengan nama Allah untuk mengagungkan para berhala tersebut. Dan dari nama Allah Al ‘Aziz muncul nama Al ‘Uzza. Dan mereka menganggap para berhala itu sebagai anak-anak perempuan Allah (Tafsir Ath Thabari, 22/522). Yang membaca dengan bacaan al laata diantaranya Qatadah, ia pun menjelaskan:

أما اللات فكان بالطائف

“adapun al laata itu letaknya ada di Tha’if” (Tafsir Ath Thabari, 22/523)

Juga Ibnu Zaid, ia berkata:
اللات بيت كان بنخلة تعبده قريش
al laata itu sebuah rumah yang berada berada di Nakhlah, daerah antara Thaif dan Makkah” (Tafsir Ath Thabari, 22/523)

Adapun bacaan yang kedua adalah dengan men-tasydid huruf ta’. Jadi dibaca al laatta, yang menunjukkan sifat dari si berhala yang dimaksud. Bacaan ini dari riwayat Ibnu ‘Abbas, Mujahid dan Abu Shalih yang mereka menyatakan:

كان رجلا يَلُتّ السويق للحاج فلما مات عكفوا على قبره فعبدوه

“al latta dahulu adalah seorang lelaki yang membuat adonan roti (yang dibagikan cuma-cuma) kepada jama’ah haji. Ketika ia meninggal, orang-orang beri’tikaf di kuburannya dan menyembahnya” (Tafsir Ath Thabari, 22/523)

Ibnu Katsir juga menjelaskan tentang Latta dalam Tafsir Ibnu Katsir (7/455) :

وَكَانَتِ “اللَّاتُ” صَخْرَةً بَيْضَاءَ مَنْقُوشَةً، وَعَلَيْهَا بَيْتٌ بِالطَّائِفِ لَهُ أَسْتَارٌ وسَدَنة، وَحَوْلَهُ فِنَاءٌ مُعَظَّمٌ عِنْدَ أَهْلِ الطَّائِفِ

“al latta adalah patung putih yang berukir. Ia ditempatkan dalam sebuah rumah di Tha’if yang memiliki kelambu-kelambu dan juru kunci. Sekelilingnya terdapat halaman. Latta di agungkan oleh penduduk Tha’if”
Kemudian Ibnu Katsir menjelaskan hakikat Latta dan membawakan hadits :

عن ابن عباس رضي الله عنهما ، في قوله : { اللات والعزى } كان اللات رجلا يلت سويق الحاج

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhuma, beliau menafsirkan makna ayat اللات والعزى bahwa Latta adalah seorang lelaki yang membuat adonan roti untuk para jama’ah haji” (HR. Bukhari no. 4859)
Singkat kata, Latta adalah sebutan untuk seorang shalih yang membuatkan roti kepada jama’ah haji dengan cuma-cuma. Ketika ia meninggal, orang-orang mengenangnya dan mendatangi kuburannya, lalu beribadah di sana. Lama-kelamaan ia diagungkan dan menjadi berhala yang disembah selain Allah.

Faedah yang bisa kita ambil, ternyata memuji dan mengkultuskan orang secara berlebihan bisa mengakibatkan ia menjadi sesembahan yang disembah. Awalnya hanya dipuja-puji, namun orang-orang selanjutnya mulai membuatkan patung, lalu dibuatkan rumah untuk patung itu, lalu lama-kelamaan mereka beri’tikaf (berdiam diri untuk beribadah) di sana, dan akhirnya orang-orang selanjutnya pun menyembahnya. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sangat mewanti-wanti umatnya untuk tidak berlebihan memujinya dan tidak mengkultuskan beliau. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا تُطْروني ، كما أطْرَتِ النصارى ابنَ مريمَ ، فإنما أنا عبدُه ، فقولوا : عبدُ اللهِ ورسولُه

Jangan berlebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani memuja-muji Isa bin Maryam. Karena aku hanyalah hamba-Nya maka sebutlah aku: hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR. Al Bukhari 3445)

Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga mewanti-wanti agar makam beliau tidak dijadikan tempat ibadah dan disembah, beliau bersabda:

اللَّهمَّ لا تجعَلْ قبري وثنًا يُعبَدُ, اشتدَّ غضبُ اللهِ على قومٍ اتَّخذوا قبورَ أنبيائِهم مساجدَ

Ya Allah, jangan jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah. Sangat keras murka Allah terhadap kaum yang menjadikan kuburan Nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah)” (HR. Ahmad 13/88, di shahihkan Ahmad Syakir dalam ta’liq-nya)

Faedah lain, ternyata orang-orang musyrik zaman Jahiliyah bukan menyembah patung-patung yang diyakini bisa menciptakan bumi, menciptakan langit, mengatur alam semesta dan isinya. Akan tetapi mereka menyembah berhala yang merupakan representasi dari makhluk Allah yang dianggap shalih, dianggap keramat, dianggap bisa mendekatkan dan menyampaikan hajat mereka kepada Allah.

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى

Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”” (QS. Az Zumar: 3).
Wallahu waliyut taufiq.

Artikel Muslim.Or.Id

0 comments :

Posting Komentar