Di Indonesia,
suasana semarak ibadah masyarakat, kita jumpai ketika datang bulan Ramadhan.
Masjid yang biasanya sepi dari jamaah, mendadak membludak ketika taraweh
pertama. Jamaah subuh yang umumnya dihadiri 2 orang (imam dan muadzin), bisa
menjadi puluhan orang. Bahkan orang yang setahun tidak pernah menyentuh masjid,
tiba-tiba berada di shaf paling pertama ketika shalat jamaah subuh.
Semua
peristiwa itu, hanya kita jumpai di bulan Ramadhan. Banyak kaum muslimin telah
sadar, Ramadhan merupakan momen terbesar untuk mendapatkan ribuan pahala.
Barangkali ini bagian dari jasa besar para khatib, yang terus memotivasi
masyarakat untuk menyemarakkan Ramadhan, menyambut Ramadhan dengan berbagai
amal ibadah dan ketaatan. Ramadhan menjadi bulan yang identik dengan semarak
ibadah kaum muslimin. Walhamdu lillah…
Sayangnya,
suasana semarak ibadah semacam ini tiba-tiba sirna begitu Ramadhan berlalu.
Seolah bulan suci untuk ladang pahala, hanyalah bulan Ramadhan.
Bulan Dzulhijjah, Terlupakan?
Lain
halnya bulan Dzulhijjah. Masyarakat kita belum banyak yang menyadari bahwa Dzulhijjah termasuk bulan yang istimewa. Padahal banyak
dalil yang menunjukkan bahwa di bulan Dzulhijjah, amal soleh dilipat gandakan.
Sebagaimana pahala yang dijanjikan ketika Ramadhan. Dari Abu Bakrah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
شَهْرَانِ
لاَ يَنْقُصَانِ، شَهْرَا عِيدٍ: رَمَضَانُ، وَذُو الحَجَّةِ
”Ada dua
bulan yang pahala amalnya tidak akan berkurang. Keduanya dua bulan hari raya:
bulan Ramadlan dan bulan Dzulhijjah.” (HR. Bukhari 1912 dan Muslim 1089).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menggandengkan bulan Dzulhijjah dengan
Ramadhan. Sebagai motivasi beliau menyebutkan bahwa pahala amal di dua bulan
ini tidak berkurang.
Rentang
waktu yang paling mulia ketika Dzulhijjah adalah 10 hari pertama. Di surat
al-Fajr, Allah berfirman:
وَ
الْفَجْرِ * وَلَيَالٍ عَشْرٍ
Demi
fajar, dan demi malam yang sepuluh. (QS. Al Fajr: 1 – 2)
Ibn Rajab
menjelaskan, malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Inilah tafsir yang benar dan tafsir yang dipilih mayoritas ahli tafsir dari
kalangan sahabat dan ulama setelahnya. Dan tafsir inilah yang sesuai dengan
riwayat dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma…” (Lathaiful Ma’arif, hal.
469)
Allah
bersumpah dengan menuebut sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Yang ini
menunjukkan keutamaan sepuluh hari tersebut. Karena semua makhluk yang Allah
jadikan sebagai sumpah, adalah makhluk istimewa, yang menjadi bukti kebesaran
dan keagungan Allah.
Karena
itulah, amalan yang dilakukan selama 10 hari pertama Dzulhijjah menjadi amal
yang sangat dicintai Allah. Melebihi amal soleh yang dilakukan di luar batas
waktu itu. Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
مَا مِنْ
أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ
الأَيَّامِ. يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ
الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ
فِى سَبِيلِ اللَّهِ
إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada
hari dimana suatu amal salih lebih dicintai Allah melebihi amal salih yang
dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para
sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Termasuk lebih utama dibanding
jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke
medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil
musuh, pen.).”
(HR. Ahmad 1968, Bukhari 969, dan Turmudzi 757).
Dalam
riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada
amalan yang lebih suci di sisi Allah dan tidak ada yang lebih besar pahalanya
dari pada kebaikan yang dia kerjakan pada sepuluh hari al-Adha.” (HR. Ad-Daruquthni, dan dihasankan
oleh al-Albani)
Al-Hafidz
Ibn Rajab mengatakan, Hadis ini menunjukkan bahwa beramal pada sepuluh hari
bulan Dzulhijjah lebih dicintai di sisi Allah dari pada beramal pada hari-hari
yang lain, tanpa pengecualian. Sementara jika suatu amal itu lebih dicintai
Allah, artinya amal itu lebih utama di sisiNya. (Lathaiful Ma’arif, hal. 456).
Diceritakan
oleh Al Mundziri dalam At Targhib wa At Tarhib (2/150) bahwa Sa’id bin Jubair
(Murid senior Ibn Abbas), ketika memasuki tanggal satu Dzulhijjah, beliau
sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah, sampai hampir tidak mampu
melakukannya.
Saatnya Membangun Kesadaran Masyarakat
Memahami
hal ini, saatnya kita menyadarkan masyarakat. Kita ajak mereka untuk
bersama-sama menyemarakkan 10 hari pertama Dzulhijjah dengan berbagai amal
soleh dan ibadah, sebagaimana ketika mereka menyemarakkan bulan Ramadhan.
Jadikan kesempatan 10 hari pertama sebagai ladang untuk mendulang jutaan
pahala.
Lebih dari
itu, ada beberapa amal soleh yang dianjurkan untuk dikerjakan selama 10 hari
pertama Dzulhijjah, diantaranya:
- Memperbanyak puasa sunah selama
9 hari pertama
- Memperbanyak takbiran dan
dzikir.
- Banyak melakukan amal soleh
apapun bentuknya.
allahu
a’lam
Sumber: http://www.konsultasisyariah.com