Tau bekicot? Pastinya. Sebenernya, gimana sih hukum
makan daging bekicot? Yuk, kita simak.
Bekicot itu ada dua macam, ada bekicot darat dan
bekicot air. Adapun bekicot darat
digolongkan sebagai hasyarot (hewan kecil di darat seperti tikus,
kumbang, dan kecoak) yang tidak memiliki darah mengalir. Adapun bekicot air
(disebut keong) digolongkan sebagai
hewan air. Mari kita tinjau satu per satu dari jenis bekicot ini.
Hukum Bekicot Air (Keong)
Bekicot air (keong) termasuk dalam keumuman dalil yang
menunjukkan halalnya hewan air. Allah Ta’ala berfirman,
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan air dan makanan
(yang berasal) dari air.” (QS. Al Maidah: 96). Yang dimaksud dengan air di
sini bukan hanya air laut, namun juga termasuk hewan air tawar. Karena
pengertian “al bahru al maa’ “ adalah kumpulan air yang banyak. Asy
Syaukani rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan air dalam ayat
di atas adalah setiap air yang di dalamnya terdapat hewan air untuk diburu
(ditangkap), baik itu sungai atau kolam.” (Fathul Qodir, 2: 361, Asy Syamilah).
Syuraih –sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-
berkata,
كُلُّ شَىْءٍ فِى الْبَحْرِ مَذْبُوحٌ
“Segala sesuatu yang hidup di air telah disembelih
(artinya: halal).” (Disebutkan oleh Al Bukhari dalam kitab shahihnya)
Dari sini kita mengetahui kalau dalam Islam, semua
hewan laut (air) itu halal.
Hukum Bekicot Darat
Nah,
di bagian hukum bekicot daratlah, para ulama berbeda pendapat.
Pendapat Pertama: Mengharamkan
Bekicot darat termasuk dalam hukum hasyarot
(hewan kecil yang hidup di darat). Jumhur (mayoritas ulama) mengharamkan hasyarot.
Imam Nawawi rahimahullah dalam Al Majmu’ (9: 16) berkata,
في مذاهب العلماء في حشرات الارض كالحيات والعقارب
والجعلان وبنات وردان والفار ونحوها مذهبنا انها حرام وبه قال أبو حنيفة وأحمد
وداود وقال مالك حلال
“Dalam madzhab ulama dan madzhab kami (Syafi’iyah),
hukum hasyarot (seperti ular, kalajengking, kumbang, kecoak, dan tikus)
itu haram. Demikian pula pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan Daud (Azh
Zhohiri). Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa hasyarot itu halal.”
Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan,
ولا يحل أكل الحلزون البري , ولا شيء من الحشرات كلها :
كالوزغ ، والخنافس , والنمل , والنحل , والذباب , والدبر , والدود كله - طيارة
وغير طيارة - والقمل , والبراغيث , والبق , والبعوض وكل ما كان من أنواعها ؛ لقول
الله تعالى : (حرمت عليكم الميتة) ؛ وقوله تعالى (إلا ما ذكيتم) ، وقد صح البرهان
على أن الذكاة في المقدور عليه لا تكون إلا في الحلق ، أو الصدر , فما لم يقدر فيه
على ذكاة : فلا سبيل إلى أكله : فهو حرام ؛
“Tidak halal memakan bekicot darat dan setiap hasyarot
lainnya (seperti cecak, kumbang, semut, lebah, lalat, seluruh cacing, kutu, dan
nyamuk) karena Allah Ta’ala berfriman (yang artinya), “Kecuali yang
kalian bisa menyembelihnya”. Dalil menunjukkan bahwa penyembelihan hanya
boleh dilakukan pada tenggorokan atau di dada. Sedangkan yang tidak mampu
disembelih, maka jelas tidak boleh dimakan dan makanan seperti ini dihukumi
haram.” (Al Muhalla, 7: 405)
Pendapat
Kedua: Menghalalkan
Sedangkan ulama Malikiyah tidak menyaratkan hewan yang
tidak memiliki darah yang mengalir untuk melalui proses penyembelihan. Mereka
menjadikan hukum hasyarot sebagaimana belalang, cukup
penyembelihannya dengan cara direbus, dipanggang, atau ditusuk dengan garpu atau
jarum hingga mati namun disertai menyebut ‘bismillah’. (Al Mudawanah, 1:
542)
Imam Malik pernah ditanya tentang suatu hewan di
daerah Maghrib yang disebut halzun (bekicot) yang biasa berada di gurun
dan bergantungan di pohon, apakah boleh dimakan? Imam Malik menjawab, “Aku
berpendapat bekicot itu semisal belalang. Jika bekicot ditangkap lalu dalam
keadaan hidup direbus atau dipanggang, maka tidak mengapa dimakan. Namun jika
ditemukan dalam keadaan bangkai, tidak boleh dimakan.” (Muntaqo Syarh
Al Muwatho’, 3: 110)
Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah berkata,
جواز أكل الحلزون بنوعيه : البري والبحري ، ولو طبخ
حيّاً فلا حرج ؛ لأن البري منه ليس له دم حتى يقال بوجوب تذكيته وإخراج الدم منه ؛
ولأن البحري منه يدخل في عموم حل صيد البحر وطعامه .
“Boleh saja memakan dua jenis bekicot yaitu bekicot
darat dan bekicot air. Sekalipun dimasak hidup-hidup, tidaklah masalah. Karena
bekicot darat itu tidak memiliki darah yang mengalir, lantas bagaimana mungkin
dikatakan wajib disembelih. Sedangkan bekicot air termasuk dalam keumuman ayat
“Dihalalkan bagimu binatang buruan air dan makanan (yang berasal) dari air.”
(Fatawa
Al Islam Sual Wa Jawab no. 114855)
Fatwa MUI
Dalam kaitannya dengan hukum daging bekicot, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) memilih pendapat yang mengharamkannya.
Setelah
melalui penelitian dan kajian yang mendalam, akhirnya Sidang Komisi
Fatwa MUI memutuskan dua poin, yang pertama mengharamkan mengkonsumsi daging
bekicot secara umum. Menurut Jumhur Ulama (para ulama yang mayoritas madzab terkemuka),
bekicot masuk dalam kategori ‘hasyarot’ yang haram untuk dimakan. Menu seperti
Escargot yang populer di Eropa atau sate bekicot di beberapa daerah Indonesia
termasuk haram di konsumsi umat Islam.
“Hukum
memakan bekicot adalah haram,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam
saat berbincang, Rabu (20/3/2013).
Menurut
doktor hukum Islam ini, selain memakan, mengelola dan membudidayakan untuk
konsumsi juga tidak boleh. “Demikian juga haram membudidayakan dan
memanfatkannya untuk kepentingan konsumsi,” tambah Niam.
Niam
menjelaskan, menurut Qaul dari Jumhur Ulama, ” Hanafiyyah, Syafi’iyyah,
Hanabilah, Zhahiriyyah, sedangkan Imam Malik menyatakan kehalalannya jika ada
manfaat dan tidak membahayakan,” tuntasnya.
Ketetapan
yang kedua, terkait dengan pemanfaatan (intifa’) bekicot untuk penggunaan luar
di bolehkan. Seperti untuk kosmetika luar, termasuk untuk pengobatan luar jika
memang di perlukan berdasarkan penelitian medis. Dalam hal ini berlaku kaidah
Haajiyat, kebutuhan yang sangat diperlukan untuk pengobatan selama belum di
temukan alternatif penggantinya. Pemanfaatan ini seperti pada kulit bangkai.
Pada dasarnya, kulit bangkai haram di konsumsi. Tapi kalau disamak seperti pada
kulit kambing atau sapi, kulitnya menjadi suci dan boleh di manfaatkan untuk di
buat jaket, dompet, bedug,sepatu dan lain-lain.
Kesimpulan
Hukum bekicot air telah jelas kehalalannya, karena
memang semua hewan air halal dalam Islam. Sedangkan dalam hukum bekicot darat,
masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
Dalam hal ini, umat Islam harus belajar arif dalam menyikapi
perbedaan. Bila memang mampu, turut mengaji masalah ini dan menelaah tentang
pendapat yang paling kuat adalah lebih baik.
Walaupun penulis tidak “mengharamkan” bekicot karena
masih terdapat perbedaan pendapat di dalamnya, tetapi kami menganjurkan untuk
tidak memakannya. Hal ini mengingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam,“Tinggalkanlah
apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi). Toh, masih banyak makanan lain yang jelas status
kehalalannya yang bisa kita konsumsi.
Sedangkan jika bekicot atau keong memiliki racun
sehingga berbahaya ketika dimakan, maka dari sisi ini diharamkan.
Wallahu a’lam.
Dari berbagai sumber.
0 comments :
Posting Komentar