Artikel sebelumnya, Sejarah Sekulerisme [1]
Sumber : Husaini, Adian. (2007). Mengapa Barat Menjadi Sekuler-Liberal? Ponorogo : Centre for Islamic and Occidental Studies
(CIOS).
Kedua, problema teks Bible[1]
Masalah ini berkaitan dengan keaslian Bible. Profesor
Bruce M. Metzger, guru besar bahasa Perjanjian Baru di Princeton Theological
Seminary, mengungkapkan dalam pembukaan bukunya yang berjudul “A Textual Commentaary on the Greek New
Testament”[2]
menjelaskan bahwa ada dua kondisi yang selalu dihadapi oleh penafsir Bible,
yaitu (1) tidak adanya dokumen Bible yang original saat ini, dan (2)
bahan-bahan yang ada pun sekarang ini bermacam-macam, berbeda satu dengan
lainnya.
Selain itu, identitas penulis tiap kitab dalam Bible
belum sepenuhnya diketahui. Di dalamnya juga ditemukan berbagai kontradiksi,
seperti silsilah Yesus dan waktu kelahirannya. Juga terdapat berbagai kisah
yang tidak masuk akal, seperti nabi yang berzina dengan istri orang lain, nabi
yang menyembah berhala, dan masih banyak lagi.
Permasalahan ini jelas hampir tak terpikir oleh kaum
muslimin. Al-Qur’an, secara keseluruhan adalah firman Allah Yang Maha Tinggi
tanpa tercampur tulisan manusia satu huruf pun. Penjagaan kemurnian Al-Qur’an
juga tak hanya lewat tulisan, tapi juga lewat hafalan, dan terbukti bahwa
Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab suci yang bisa dihafal dari huruf paling
awal sampai yang paling akhir. Ini juga salah satu hikmah diturunkannya
Al-Qur’an di tanah ‘Arab, karena orang-orang ‘Arab memiliki ingatan yang kuat,
bahkan bisa mengingat silsilahnya sampai puluhan generasi ke atas. Bahasa
aslinya (‘Arab) juga masih dipakai secara luas dalam ibadah. Bagaimanapun
telitinya, satu terjemahan pasti tak mampu mengekspresikan bahasa asalnya
dengan tepat.
Ketiga, Problema
Teologi Kristen. Prinsip ketuhanan
yang merupakan dasar dari suatu agama, ternyata dalam Kristen menjadi ajang
perdebatan ramai sepanjang sejarahnya. Perbedaan pendapat tentang status Yesus
seperti tak pernah usai. Penganut Catharism
meyakini Yesus adalah malaikat dan gereja adalah ciptaan “tuhan yang
jahat”. Paus Innocent III telah menyerukan agar kelompok ini dimusnahkan. Ada
juga yang meyakini bahwa Yesus adalah anak Tuhan, bahkan Tuhan itu sendiri.
Yesus juga dipandang Tuhan dan manusia sekaligus.
Dan sekali lagi, segala puji bagi Allah, hal ini tidak
terjadi dalam Islam. Konsep ketuhanan yang jelas dari awal penurunan wahyu
menjadikan tak ada hambatan berarti mengenai masalah ketuhanan. Allah adalah
satu-satunya Tuhan dan selain diri-Nya adalah makhluk dan hamba-Nya.
Dengan ketiga problem utama di atas, masyarakat Eropa
pada akhirnya mengadakan revolusi besar-besaran. Menggulingkan kekuasaan raja
dan memisah agama Kristen dari pengaruh politik. Seperti yang terjadi saat
Revolusi Prancis (1789-1799).
Namun di saat yang sama, bersatunya Islam dengan
permasalahan umat justru mendatangkan manfaat yang sangat besar. Pengikut
Yahudi dan beberapa aliran Kristen yang dianggap sesat oleh gereja menjadikan
negara-negara muslim sebagai tempat pelarian karena rasa toleransinya yang
sanhat tinggi. Di satu sisi, bersatunya Islam dalam segala sendi kehidupan
masyarakat justru memunculkan banyak ilmuwan muslim kala itu, seperti Ibnu
Khalidun, Ibnu Sina, Ibnu Khawarizmi, dan sebagainya.
Inilah tiga alasan utama Barat memilih jalan sekuler.
Setelah mengetahui hal ini, apakah lantas kita kaum muslimin mengikuti jejak
mereka? Jalan yang diambil oleh orang-orang yang “trauma” pada agama mereka.
Tentu tidak!!
[1]
Bible atau Alkitab adalah kitab suci umat Kristen. Terdiri dari dua bagian,
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama (PL) diyakini ditulis
sebelum zaman Nabi ‘Isa ‘as (Yesus) dan Perjanjian Baru (PB) ditulis
setelahnya. Baik PL maupun PB dibagi lagi menjadi beberapa kitab, seperti juz
dalam Al-Qur’an. Tiap kitab ditulis oleh beberapa orang yang berbeda-beda.
[2]
Terbitan United Bible Societies, corrected edition tahun 1975
0 comments :
Posting Komentar