Benarkah butuh minimal empat puluh orang agar shalat Jum'at bisa dilaksanakan? Bagaimana kalau hanya ada sepuluh atau dua puluh jamaah saja? Apakah hal itu tidak sah?
Artikel berikut Insya'Allah akan membahas mengenai jumlah jamaah dalam shalat Jum'at, apakah ada batasan atau tidak? Kalaupun ada, berapa dan apa landasannya?
Shalat Jum'at di kompleks Masjid Al-Aqsha
Shalat Jum’at dengan Berjama’ah
Dipersyaratkan demikian karena shalat Jum’at bermakna banyak
orang (jama’ah). Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu
menunaikan shalat ini secara berjama’ah, bahkan hal ini menjadi ijma’
(kata sepakat) para ulama. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 27: 202)
Jumlah Jama’ah Jum’at yang Disyaratkan
Menurut madzhab Hanafiyah, jika telah hadir satu jama’ah
selain imam, maka sudah terhitung sebagai jama’ah shalat Jum’at. Karena
demikianlah minimalnya jamak. Dalil dari pendapat Hanafiyah adalah seruan jama’
dalam ayat,
“Maka bersegeralah
kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli” (QS. Al Jumu’ah:
9). Seruan dalam ayat ini dengan panggilan jamak. Dan minimal jamak adalah dua
orang. Ada pula ulama Hanafiyah yang menyatakan tiga orang selain imam.
Ulama Malikiyyah menyaratkan yang menghadiri Jum’at minimal
12 orang dari orang-orang yang diharuskan menghadirinya. Mereka berdalil dengan
hadits Jabir,
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri berkhutbah pada hari Jum’at, lalu
datanglah rombongan dari Syam, lalu orang-orang pergi menemuinya sehingga tidak
tersisa, kecuali dua belas orang.” (HR. Muslim no. 863)
Ulama Syafi’iyah dan Hambali memberi syarat 40 orang dari
yang diwajibkan menghadiri Jum’at. Penulis Al Mughni (2: 171) berkata, “Syarat
40 orang dalam jama’ah Jum’at adalah syarat yang telah masyhur dalam madzhab
Hambali. Syarat ini adalah syarat yang diwajibkan mesti ada dan syarat sahnya
Jum’at. … Empat puluh orang ini harus ada ketika dua khutbah Jum’at.”
Dalil yang menyatakan harus 40 jama’ah disimpulkan dari
perkataan Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
“As’ad bin Zararah
adalah orang pertama yang mengadakan shalat Jum’at bagi kami di daerah Hazmi An
Nabit dari harrah Bani Bayadhah di daerah Naqi’ yang terkenal dengan Naqi’ Al
Khadhamat. Saya bertanya kepadanya, “Waktu itu, ada berapa orang?” Dia
menjawab, ”Empat puluh.” (HR. Abu Daud no. 1069 dan Ibnu Majah no. 1082.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).
Begitu pula ditarik dari hadits Jabir bin ‘Abdillah,
“Telah berlalu sunnah
(ajaran Rasul) bahwa setiap empat puluh orang ke atas diwajibkan shalat Jum’at.”
(HR. Al Baihaqi dalam Al Kubro 3: 177. Hadits ini dho’if
(lemah) sebagaimana didho’ifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwaul Gholil 603. Ibnu
Hajar Al Asqolani dalam Talkhish Habir 2: 567 berkata bahwa di dalamnya
terdapat ‘Abdul ‘Aziz di mana Imam Ahmad berkata bahwa haditsnya dibuang karena
ia adalah perowi dusta atau pemalsu hadits. An Nasai berkata bahwa ia tidaklah
tsiqoh. Ad Daruquthni berkata bahwa ia adalah munkarul hadits).
Kesimpulannya
hadits terakhir ini adalah hadits yang lemah (dho’if) sehingga tidak
bisa menjadi dalil pendukung.
Sedangkan hadits Ka’ab bin Malik di atas hanya menjelaskan
keadaan dan tidak menunjukkan jumlah 40 sebagai syarat. Sehingga pendapat yang rojih
(kuat) dalam masalah ini adalah jama’ah shalat Jum’at tidak beda dengan jama’ah
shalat lainnya. Artinya, sah dilakukan oleh dua orang atau lebih karena sudah
disebut jamak.
Adapun hadits yang menceritakan dengan 12 jama’ah, maka
hadits ini tidak dapat dijadikan dalil pembatasan hanya dua belas orang saja
karena terjadi tanpa sengaja, dan ada kemungkinan sebagiannya kembali ke masjid
setelah menemui mereka.
Adapula pendapat Imam Ahmad yang menyaratkan 50 orang, namun
haditsnya lemah sehingga tidak bisa dijadikan pendukung. Seperti hadits Abu
Umamah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Diwajibkan Jum’at
pada lima puluh orang dan tidak diwajibkan jika kurang dari itu. (HR. Ad
Daruquthni dalam sunannya 2: 111. Haditsnya lemah, di sanadnya terdapat Ja’far
bin Az Zubair, seorang matruk).
Juga hadits Abu Salamah, ia bertanya kepada Abu
Hurairah,
“Berapa jumlah
orang yang diwajibkan shalat jama’ah?” Abu Hurairah menjawab, ”Ketika
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumlah lima puluh,
Rasulullah mengadakan shalat Jum’at” (Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al
Mughni 2: 171). Al Baihaqi berkata, ”Telah diriwayatkan dalam permasalahan ini hadits
tentang jumlah lima puluh, namun isnadnya tidak shahih.” (Sunan
Al Kubra, 3: 255).
Pendapat Terkuat
Perlu diperhatikan bahwa jumlah jama’ah yang menjadi syarat
sah Jum’at diperselisihkan oleh para ulama sebagaimana penjelasan di atas.
Namun jumlah jamak itu menjadi syarat sah shalat Jum’at berdasarkan ijma’ (kata
sepakat ulama) (Lihat Syarh ‘Umdatul Fiqh, Prof. Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz
Al Jibrin, 1: 396). Berapakah minimal jamak? Ada yang mengatakan dua dan
mayoritas ulama menyatakan minimal jamak adalah tiga (Lihat catatan kaki Syarh
‘Umdatul Fiqh, 1: 396).
Asy Syaukani rahimahullah berkata, “Shalat Jum’at
adalah seperti shalat jama’ah lainnya. Yang membedakannya adalah adanya khutbah
sebelumnya. Selain itu tidak ada dalil yang menyatakan bahwa shalat juma’at itu
berbeda. Perkataan ini adalah sanggahan untuk pendapat yang menyatakan bahwa
shalat Jum’at disyaratkan dihadiri imam besar, dilakukan di negeri yang
memiliki masjid Jaami’, dan dihadiri oleh jumlah jama’ah tertentu. Persyaratan
ini tidak memiliki dalil pendukung yang menunjukkan sunnahnya, apalagi wajibnya
dan lebih-lebih lagi dinyatakan sebagai syarat. Bahkan jika ada dua
orang melakukan shalat Jum’at di suatu tempat yang tidak ada
jama’ah lainnya, maka mereka berarti telah memenuhi kewajiban.” (Ad Daroril
Mudhiyyah Syarh Ad Durorul Bahiyyah, 163)
Wallahu a’lam bish showwab. Wallahu
waliyyut taufiq was sadaad.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Diambil dari www.muslim.or.id
Sebagaimana
telah dijelaskan dalam tulisan yang telah lewat bahwa shalat Jum’at
disyaratkan dengan berjama’ah di masjid. Sebagian ulama menyaratkan
harus minimal 40 jama’ah agar bisa dinyatakan sah. Sebagian lainnya
menyatakan dengan jumlah tertentu, 2, 3, 4, 12, dan Imam Ahmad sendiri
menyaratkan 50 orang sebagaimana disebutkan dalam Al Mughni. Saat ini
muslim.or.id akan meninjau masalah tersebut secara ringkas. Moga Allah
mudahkan.Shalat Jum’at dengan Berjama’ah
Dipersyaratkan demikian karena shalat Jum’at bermakna banyak orang (jama’ah). Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menunaikan shalat ini secara berjama’ah, bahkan hal ini menjadi ijma’ (kata sepakat) para ulama. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 27: 202)
Jumlah Jama’ah Jum’at yang Disyaratkan[1]
Menurut madzhab Hanafiyah, jika telah hadir satu jama’ah selain imam, maka sudah terhitung sebagai jama’ah shalat Jum’at. Karena demikianlah minimalnya jamak. Dalil dari pendapat Hanafiyah adalah seruan jama’ dalam ayat,
فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّـهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
“Maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli”
(QS. Al Jumu’ah: 9). Seruan dalam ayat ini dengan panggilan jamak. Dan
minimal jamak adalah dua orang. Ada pula ulama Hanafiyah yang menyatakan
tiga orang selain imam.Ulama Malikiyyah menyaratkan yang menghadiri Jum’at minimal 12 orang dari orang-orang yang diharuskan menghadirinya. Mereka berdalil dengan hadits Jabir,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَجَاءَتْ عِيرٌ
مِنْ الشَّامِ فَانْفَتَلَ النَّاسُ إِلَيْهَا حَتَّى لَمْ يَبْقَ إِلَّا
اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri berkhutbah pada
hari Jum’at, lalu datanglah rombongan dari Syam, lalu orang-orang pergi
menemuinya sehingga tidak tersisa, kecuali dua belas orang.” (HR. Muslim no. 863)Ulama Syafi’iyah dan Hambali memberi syarat 40 orang dari yang diwajibkan menghadiri Jum’at. Penulis Al Mughni (2: 171) berkata, “Syarat 40 orang dalam jama’ah Jum’at adalah syarat yang telah masyhur dalam madzhab Hambali. Syarat ini adalah syarat yang diwajibkan mesti ada dan syarat sahnya Jum’at. … Empat puluh orang ini harus ada ketika dua khutbah Jum’at.”
Dalil yang menyatakan harus 40 jama’ah disimpulkan dari perkataan Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
لأَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ قَالَ لأَنَّهُ
أَوَّلُ مَنْ جَمَّعَ بِنَا فِى هَزْمِ النَّبِيتِ مِنْ حَرَّةِ بَنِى
بَيَاضَةَ فِى نَقِيعٍ يُقَالُ لَهُ نَقِيعُ الْخَضِمَاتِ. قُلْتُ كَمْ
أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ قَالَ أَرْبَعُونَ.
“As’ad bin Zararah adalah orang pertama yang mengadakan shalat
Jum’at bagi kami di daerah Hazmi An Nabit dari harrah Bani Bayadhah di
daerah Naqi’ yang terkenal dengan Naqi’ Al Khadhamat. Saya bertanya
kepadanya, “Waktu itu, ada berapa orang?” Dia menjawab, ”Empat puluh.” (HR. Abu Daud no. 1069 dan Ibnu Majah no. 1082. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).Begitu pula ditarik dari hadits Jabir bin ‘Abdillah,
مَضَتِ السُّنَّةُ أَنَّ فِيْ كُلِّ أَرْبَعِينَ فَمَا فَوْقَهَا جُمْعَةٌ
“Telah berlalu sunnah (ajaran Rasul) bahwa setiap empat puluh orang ke atas diwajibkan shalat Jum’at.” (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubro 3: 177. Hadits ini dho’if
sebagaimana didho’ifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwaul Gholil 603.
Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Talkhish Habir 2: 567 berkata bahwa di
dalamnya terdapat ‘Abdul ‘Aziz di mana Imam Ahmad berkata bahwa
haditsnya dibuang karena ia adalah perowi dusta atau pemalsu hadits. An
Nasai berkata bahwa ia tidaklah tsiqoh. Ad Daruquthni berkata bahwa ia
adalah munkarul hadits). Kesimpulannya hadits terakhir ini adalah hadits yang lemah (dho’if) sehingga tidak bisa menjadi dalil pendukung.Sedangkan hadits Ka’ab bin Malik di atas hanya menjelaskan keadaan dan tidak menunjukkan jumlah 40 sebagai syarat. Sehingga pendapat yang rojih (kuat) dalam masalah ini adalah jama’ah shalat Jum’at tidak beda dengan jama’ah shalat lainnya. Artinya, sah dilakukan oleh dua orang atau lebih karena sudah disebut jamak.
Adapun hadits yang menceritakan dengan 12 jama’ah, maka hadits ini tidak dapat dijadikan dalil pembatasan hanya dua belas orang saja karena terjadi tanpa sengaja, dan ada kemungkinan sebagiannya kembali ke masjid setelah menemui mereka.
Adapula pendapat Imam Ahmad yang menyaratkan 50 orang, namun haditsnya lemah sehingga tidak bisa dijadikan pendukung. Seperti hadits Abu Umamah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَى الْخَمْسِيْنَ جُمْعَةٌ وَلَيْسَ فِيْمَا دُوْنَ ذَلِكَ
“Diwajibkan Jum’at pada lima puluh orang dan tidak diwajibkan jika kurang dari itu. (HR. Ad Daruquthni dalam sunannya 2: 111. Haditsnya lemah, di sanadnya terdapat Ja’far bin Az Zubair, seorang matruk).Juga hadits Abu Salamah, ia bertanya kepada Abu Hurairah,
عَلَى كَمْ تَجِبُ الْجُمُعَةُ مِنْ رَجُلٍ ؟
قَالَ : لَمَّا بَلَغَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خَمْسِينَ جَمَّعَ بِهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Berapa jumlah orang yang diwajibkan shalat jama’ah?” Abu Hurairah menjawab, ”Ketika sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumlah lima puluh, Rasulullah mengadakan shalat Jum’at” (Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al Mughni 2: 171). Al Baihaqi berkata, ”Telah diriwayatkan dalam permasalahan ini hadits tentang jumlah lima puluh, namun isnadnya tidak shahih.” (Sunan Al Kubra, 3: 255).Pendapat Terkuat
Perlu diperhatikan bahwa jumlah jama’ah yang menjadi syarat sah Jum’at diperselisihkan oleh para ulama sebagaimana penjelasan di atas. Namun jumlah jamak itu menjadi syarat sah shalat Jum’at berdasarkan ijma’ (kata sepakat ulama) (Lihat Syarh ‘Umdatul Fiqh, Prof. Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Jibrin, 1: 396). Berapakah minimal jamak? Ada yang mengatakan dua dan mayoritas ulama menyatakan minimal jamak adalah tiga (Lihat catatan kaki Syarh ‘Umdatul Fiqh, 1: 396).
Asy Syaukani rahimahullah berkata, “Shalat Jum’at adalah seperti shalat jama’ah lainnya. Yang membedakannya adalah adanya khutbah sebelumnya. Selain itu tidak ada dalil yang menyatakan bahwa shalat juma’at itu berbeda. Perkataan ini adalah sanggahan untuk pendapat yang menyatakan bahwa shalat Jum’at disyaratkan dihadiri imam besar, dilakukan di negeri yang memiliki masjid Jaami’, dan dihadiri oleh jumlah jama’ah tertentu. Persyaratan ini tidak memiliki dalil pendukung yang menunjukkan sunnahnya, apalagi wajibnya dan lebih-lebih lagi dinyatakan sebagai syarat. Bahkan jika ada dua orang melakukan shalat Jum’at di suatu tempat yang tidak ada jama’ah lainnya, maka mereka berarti telah memenuhi kewajiban.” (Ad Daroril Mudhiyyah Syarh Ad Durorul Bahiyyah, 163)
Wallahu a’lam bish showwab. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Sebagaimana
telah dijelaskan dalam tulisan yang telah lewat bahwa shalat Jum’at
disyaratkan dengan berjama’ah di masjid. Sebagian ulama menyaratkan
harus minimal 40 jama’ah agar bisa dinyatakan sah. Sebagian lainnya
menyatakan dengan jumlah tertentu, 2, 3, 4, 12, dan Imam Ahmad sendiri
menyaratkan 50 orang sebagaimana disebutkan dalam Al Mughni. Saat ini
muslim.or.id akan meninjau masalah tersebut secara ringkas. Moga Allah
mudahkan.Shalat Jum’at dengan Berjama’ah
Dipersyaratkan demikian karena shalat Jum’at bermakna banyak orang (jama’ah). Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menunaikan shalat ini secara berjama’ah, bahkan hal ini menjadi ijma’ (kata sepakat) para ulama. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 27: 202)
Jumlah Jama’ah Jum’at yang Disyaratkan[1]
Menurut madzhab Hanafiyah, jika telah hadir satu jama’ah selain imam, maka sudah terhitung sebagai jama’ah shalat Jum’at. Karena demikianlah minimalnya jamak. Dalil dari pendapat Hanafiyah adalah seruan jama’ dalam ayat,
فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّـهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
“Maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli”
(QS. Al Jumu’ah: 9). Seruan dalam ayat ini dengan panggilan jamak. Dan
minimal jamak adalah dua orang. Ada pula ulama Hanafiyah yang menyatakan
tiga orang selain imam.Ulama Malikiyyah menyaratkan yang menghadiri Jum’at minimal 12 orang dari orang-orang yang diharuskan menghadirinya. Mereka berdalil dengan hadits Jabir,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَجَاءَتْ عِيرٌ
مِنْ الشَّامِ فَانْفَتَلَ النَّاسُ إِلَيْهَا حَتَّى لَمْ يَبْقَ إِلَّا
اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri berkhutbah pada
hari Jum’at, lalu datanglah rombongan dari Syam, lalu orang-orang pergi
menemuinya sehingga tidak tersisa, kecuali dua belas orang.” (HR. Muslim no. 863)Ulama Syafi’iyah dan Hambali memberi syarat 40 orang dari yang diwajibkan menghadiri Jum’at. Penulis Al Mughni (2: 171) berkata, “Syarat 40 orang dalam jama’ah Jum’at adalah syarat yang telah masyhur dalam madzhab Hambali. Syarat ini adalah syarat yang diwajibkan mesti ada dan syarat sahnya Jum’at. … Empat puluh orang ini harus ada ketika dua khutbah Jum’at.”
Dalil yang menyatakan harus 40 jama’ah disimpulkan dari perkataan Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
لأَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ قَالَ لأَنَّهُ
أَوَّلُ مَنْ جَمَّعَ بِنَا فِى هَزْمِ النَّبِيتِ مِنْ حَرَّةِ بَنِى
بَيَاضَةَ فِى نَقِيعٍ يُقَالُ لَهُ نَقِيعُ الْخَضِمَاتِ. قُلْتُ كَمْ
أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ قَالَ أَرْبَعُونَ.
“As’ad bin Zararah adalah orang pertama yang mengadakan shalat
Jum’at bagi kami di daerah Hazmi An Nabit dari harrah Bani Bayadhah di
daerah Naqi’ yang terkenal dengan Naqi’ Al Khadhamat. Saya bertanya
kepadanya, “Waktu itu, ada berapa orang?” Dia menjawab, ”Empat puluh.” (HR. Abu Daud no. 1069 dan Ibnu Majah no. 1082. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).Begitu pula ditarik dari hadits Jabir bin ‘Abdillah,
مَضَتِ السُّنَّةُ أَنَّ فِيْ كُلِّ أَرْبَعِينَ فَمَا فَوْقَهَا جُمْعَةٌ
“Telah berlalu sunnah (ajaran Rasul) bahwa setiap empat puluh orang ke atas diwajibkan shalat Jum’at.” (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubro 3: 177. Hadits ini dho’if
sebagaimana didho’ifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwaul Gholil 603.
Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Talkhish Habir 2: 567 berkata bahwa di
dalamnya terdapat ‘Abdul ‘Aziz di mana Imam Ahmad berkata bahwa
haditsnya dibuang karena ia adalah perowi dusta atau pemalsu hadits. An
Nasai berkata bahwa ia tidaklah tsiqoh. Ad Daruquthni berkata bahwa ia
adalah munkarul hadits). Kesimpulannya hadits terakhir ini adalah hadits yang lemah (dho’if) sehingga tidak bisa menjadi dalil pendukung.Sedangkan hadits Ka’ab bin Malik di atas hanya menjelaskan keadaan dan tidak menunjukkan jumlah 40 sebagai syarat. Sehingga pendapat yang rojih (kuat) dalam masalah ini adalah jama’ah shalat Jum’at tidak beda dengan jama’ah shalat lainnya. Artinya, sah dilakukan oleh dua orang atau lebih karena sudah disebut jamak.
Adapun hadits yang menceritakan dengan 12 jama’ah, maka hadits ini tidak dapat dijadikan dalil pembatasan hanya dua belas orang saja karena terjadi tanpa sengaja, dan ada kemungkinan sebagiannya kembali ke masjid setelah menemui mereka.
Adapula pendapat Imam Ahmad yang menyaratkan 50 orang, namun haditsnya lemah sehingga tidak bisa dijadikan pendukung. Seperti hadits Abu Umamah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَى الْخَمْسِيْنَ جُمْعَةٌ وَلَيْسَ فِيْمَا دُوْنَ ذَلِكَ
“Diwajibkan Jum’at pada lima puluh orang dan tidak diwajibkan jika kurang dari itu. (HR. Ad Daruquthni dalam sunannya 2: 111. Haditsnya lemah, di sanadnya terdapat Ja’far bin Az Zubair, seorang matruk).Juga hadits Abu Salamah, ia bertanya kepada Abu Hurairah,
عَلَى كَمْ تَجِبُ الْجُمُعَةُ مِنْ رَجُلٍ ؟
قَالَ : لَمَّا بَلَغَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خَمْسِينَ جَمَّعَ بِهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Berapa jumlah orang yang diwajibkan shalat jama’ah?” Abu Hurairah menjawab, ”Ketika sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumlah lima puluh, Rasulullah mengadakan shalat Jum’at” (Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al Mughni 2: 171). Al Baihaqi berkata, ”Telah diriwayatkan dalam permasalahan ini hadits tentang jumlah lima puluh, namun isnadnya tidak shahih.” (Sunan Al Kubra, 3: 255).Pendapat Terkuat
Perlu diperhatikan bahwa jumlah jama’ah yang menjadi syarat sah Jum’at diperselisihkan oleh para ulama sebagaimana penjelasan di atas. Namun jumlah jamak itu menjadi syarat sah shalat Jum’at berdasarkan ijma’ (kata sepakat ulama) (Lihat Syarh ‘Umdatul Fiqh, Prof. Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Jibrin, 1: 396). Berapakah minimal jamak? Ada yang mengatakan dua dan mayoritas ulama menyatakan minimal jamak adalah tiga (Lihat catatan kaki Syarh ‘Umdatul Fiqh, 1: 396).
Asy Syaukani rahimahullah berkata, “Shalat Jum’at adalah seperti shalat jama’ah lainnya. Yang membedakannya adalah adanya khutbah sebelumnya. Selain itu tidak ada dalil yang menyatakan bahwa shalat juma’at itu berbeda. Perkataan ini adalah sanggahan untuk pendapat yang menyatakan bahwa shalat Jum’at disyaratkan dihadiri imam besar, dilakukan di negeri yang memiliki masjid Jaami’, dan dihadiri oleh jumlah jama’ah tertentu. Persyaratan ini tidak memiliki dalil pendukung yang menunjukkan sunnahnya, apalagi wajibnya dan lebih-lebih lagi dinyatakan sebagai syarat. Bahkan jika ada dua orang melakukan shalat Jum’at di suatu tempat yang tidak ada jama’ah lainnya, maka mereka berarti telah memenuhi kewajiban.” (Ad Daroril Mudhiyyah Syarh Ad Durorul Bahiyyah, 163)
Wallahu a’lam bish showwab. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
0 comments :
Posting Komentar