Antara
senang dan gelisah. Paling tidak itu yang dirasakan Yukhabad kala itu. Anugrah
seorang bayi lelaki serasa menghapus rasa sakitnya saat melahirkan, namun tak
menihilkan rasa khawatirnya. Putranya yang tak berdaya, harus berhadapan dengan
titah raja negeri itu, titah yang mengharuskan meniadakan semua bayi lelaki
yang lahir dari rahim wanita keturunan Ya’qub ‘as.
Namun Allah Maha Mengetahui kekhawatiran ibu tersebut. Diilhamkan kepada Yukhabad
agar bayi lelakinya dimasukkan ke peti dan dihanyutkan ke Sungai Nil. Yukhabad
benar-benar melakukannya, dengan penuh harap agar sang putra selamat dari
marabahaya. Untuk lebih menyejukkan hatinya, kakak perempuan sang bayi diutus
agar mengawasi peti tersebut.
Aliran
Sungai Nil mengalirkan peti tersebut. dan tertakdir, peti tersebut masuk ke
lingkungan istana sang raja Mesir, Fir’aun, sosok yang menitahkan pembunuhan
semua bayi lelaki Bani Israil. Dihadapkan bayi itu ke hadapannya.
Allah
berjanji
untuk melindungi bayi ini, dan Dia memang tak pernah ingkar janji. Lantas,
bagaimana dalam kasus bayi Musa? Apakah Allah menurunkan belasan malaikat untuk
mengawalnya? Ataukah bumi terbelah dan
langit runtuh agar Fir’aun mati hingga tak dapat menyentuhnya?
“Ia adalah penyejuk mata hati
bagiku dan bagimu,” ujar wanita
tersebut penuh kelembutan, “Janganlah
kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia
menjadi anak.”
Mendengar
perkataan istrinya yang tidak dikaruniai anak, maka akhirnya Fir’aun pun luluh
dan tidak membunuh Musa, bahkan Musa bisa hidup dalam kemegahan istana Fir’aun
layaknya putra raja.
***
Di
satu sisi, kita semua tahu bahwa Allah adalah Dzat yang tak pernah ingkar
janji. Tapi saat kita diperintahkan untuk melaksananakan suatu kewajiban atau
menjauhi sebuah larangan, kita masih saja tidak melakukan sebagaimana mestinya.
Misalnya, menunda shalat, menyontek, menjaga pergaulan dengan lawan jenis,
berbohong, ghibah alias ngrasani, males datang ke pengajian, dan
sebagainya. Padahal kita sudah tahu, Allah akan menjanjikan balasan yang lebih
baik di surga saat kita beramal shalih ataupun siksa saat kita berani menerjang
perintah-Nya.
Di sisi lain, terkadang ada beberapa orang
yang putus asa dari do’a. Dia berdo’a meminta sesuatu, tapi malah nggak
dikabulkan. Atau ada juga orang yang merasa bahwa Allah tidak adil kepadanya.
Hal ini karena dia selalu ditimpa berbagai ujian yang berat, padahal
orang-orang di sekitarnya kehidupannya adem
ayem aman sentosa.
Jika
kamu mengalami hal semacam ini, maka ingatlah satu hal!
“Cara Allah
bukanlah cara kita!”
Saat
kita ditimpa suatu hal atau diperintah oleh Islam dengan perintah yang bagi
kita nggak mengenakkan, kita harusnya yakin dan selalu yakin bahwa ini adalah
rencana Allah yang akan berujung pada kebaikan.
Sejarah
Nabi Musa ‘as saat bayi di atas dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Ibu
Musa diuji oleh Allah agar melarungkan anaknya yang bayi di sungai Nil. Kamu
tahu? Saat itu ibu Musa juga gamang dan nyaris berteriak kepada orang-orang
bahwa peti yang hanyut di sungai itu berisi anaknya. Namun dengan izin-Nya,
hati ibu Musa kembali teguh dan yakin bahwa Allah Yang Maha Pelindung selalu
melindunginya.
Pada
akhirnya kita tahu, Allah benar-benar melindunginya. Namun tidak dengan
menurunkan belasan malaikat untuk menjadi bodyguard, tetapi Allah melindunginya
melalui Asiyah binti Muzahim, istri Fir’aun yang beriman dengan ajaran Nabi
Yusuf ‘as, yang kelak juga beriman pada risalah Nabi Musa ‘as. Sekali lagi ini
menunjukkan, cara Allah bukanlah cara kita.
Kasus
ini sebenarnya sama saat Nabi Ibrahim ‘as hendak dibakar. Bukannya Allah
menurunkan hujan agar Ibrahim ‘as tak mati terbakar, tapi justru menjadikan api
itu dingin. Saat Nabi ‘Isa ‘as hendak dibunuh kaumnya, Allah SWT tidak
menurunkan hujan meteor atau gempa untuk menyelamatkan beliau, tapi Allah
mengangkat ‘Isa ‘as ke langit dan seseorang dengan kuasa-Nya dibuat mirip
dengan Nabi ‘Isa ‘as sehingga orang itulah yang akhirnya mati.
Begitu
juga dengan Nabi Muhammad s’aw. Saat beliau bersembunyi di gua Tsur bersama Abu
Bakar untuk berlindung dari kejaran kaum kafir Quraisy, dengan izin-Nya seekor
laba-laba membuat sarang di mulut gua, begitu juga dengan beberapa ekor burung
juga turut membuat sarang di sana. Hal ini menjadikan kaum kafir Quraisy
berpikir bahwa tidak ada orang di dalam gua. Logikanya, jika ada orang di
dalamnya, pasti sarang laba-laba yang ada di mulut gua sudah hancur karena
untuk masuk gua, orang mau tak mau harus merusak sarang laba-laba tersebut.
Berbagai cuplikan
sejarah di atas menegaskan, Allah SWT memiliki cara tak terduga untuk menolong
umat-Nya yang beriman pada-Nya. Hal ini tak hanya terjadi pada mereka yang
menyandang predikat Nabi, tapi kita juga bisa mengalami hal seperti itu dengan
izin-Nya. Yang jadi permasalahannya adalah, apakah kamu yakin dengan janji-Nya
atau tidak?
Memang tidak mudah
membangun keyakinan tersebut di zaman sekarang, tapi bukannya tidak mungkin.
Sering menelaah kitab-Nya dan sering berkumpul dengan orang-orang shalih
menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan keyakinan tersebut dalam diri kita.
“…Sesungguhnya Allah pasti menolong
orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi
Maha Perkasa.” {QS. Al-Hajj (22) :
40}
“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
{QS. Al-Baqarah (2) : 216}
0 comments :
Posting Komentar