Prolog yang Sederhana: pengalaman dan pemahaman
Rasulullah saw pernah menekankan tentang
tanggung jawab kita sebagai seorang muslim. Salah satu hadis yang dapat
kita ambil adalah satu hadis yang memberitahukan kepada kita bahwa
tanggung jawab akan semakin luas sesuai dengan kapasitas kemampuannya,
sehingga dengan posisi masing-masing itu akan dimintai
pertanggungjawabannya seperti sabda Nabi saw,
“Ketahuilah bahwa setiap kalian adalah penanggung jawab dan setiap kalian akan ditanyai terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Imam yang ada di tengah manusia adalah penanggung jawab, dan dia akan ditanyai terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Seorang suami bertanggung jawab terhadap keluarganya, dan dia akan ditanyai tentang apa yang menjadi tanggung jawabnya. Dan seorang isteri bertanggung jawab terhadap rumah suaminya, dan anaknya dan dia akan ditanya tentang mereka” (HR Bukhari, Muslim). Membahas peran dan tanggung jawab sosial mahasiswa khususnya di ruang lingkup kampus dalam konterks ini organisasi kemahasiswaan dan umumnya di masyarakat tentu berbeda. Namun, paling tidak, kampus masih cukup relevan menjadi salah satu tempat lahirnya pemahaman dan pengalaman seseorang untuk menjadi pemimpin yang nantinya akan menjadi orang yang mampu mengambil peran di lingkungan masayarakat. Penulis akan membahas peran dan tanggung jawab sosial mahasiswa cenderung pada proses pembentukan karakter mahasiswa untuk menjadi seseorang yang mempunyai peran aktif dalam lingkungan sekitar.
Di dalamnya ada interaksi dan belajar, baik melalui buku, kursus, role model maupun pengalaman praktis. Penulis disini akan membahas peran dan tanggung jawab sosial mahasiswa berdasarakan pengalaman dan pemahaman yang telah penulis lalui sampai saat ini. Sehingga diakhir esai ini penulis akan simpulkan beberapa peran dan tanggung jawab sosial mahasiswa menurut pemahaman penulis.
“Ketahuilah bahwa setiap kalian adalah penanggung jawab dan setiap kalian akan ditanyai terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Imam yang ada di tengah manusia adalah penanggung jawab, dan dia akan ditanyai terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Seorang suami bertanggung jawab terhadap keluarganya, dan dia akan ditanyai tentang apa yang menjadi tanggung jawabnya. Dan seorang isteri bertanggung jawab terhadap rumah suaminya, dan anaknya dan dia akan ditanya tentang mereka” (HR Bukhari, Muslim). Membahas peran dan tanggung jawab sosial mahasiswa khususnya di ruang lingkup kampus dalam konterks ini organisasi kemahasiswaan dan umumnya di masyarakat tentu berbeda. Namun, paling tidak, kampus masih cukup relevan menjadi salah satu tempat lahirnya pemahaman dan pengalaman seseorang untuk menjadi pemimpin yang nantinya akan menjadi orang yang mampu mengambil peran di lingkungan masayarakat. Penulis akan membahas peran dan tanggung jawab sosial mahasiswa cenderung pada proses pembentukan karakter mahasiswa untuk menjadi seseorang yang mempunyai peran aktif dalam lingkungan sekitar.
Di dalamnya ada interaksi dan belajar, baik melalui buku, kursus, role model maupun pengalaman praktis. Penulis disini akan membahas peran dan tanggung jawab sosial mahasiswa berdasarakan pengalaman dan pemahaman yang telah penulis lalui sampai saat ini. Sehingga diakhir esai ini penulis akan simpulkan beberapa peran dan tanggung jawab sosial mahasiswa menurut pemahaman penulis.
Selama lebih dari dua tahun meniti karir
di organisasi kampus, ada banyak pelajaran yang diterima. Mulai dari
amanah sebagai staf, kepala bidang dan sekarang, sebagai ketua umum
Badan Pengkajian dan Pengamalan Islam (BPPI) FE UNS. Dan beberapa
pengalaman di luar kampus seperti perlombaan kompetisi kepemimpinan dan
aktivitas dusun binaan masyarakat, menjadi sarana yang tepat dalam
berproses mengembangkan potensi dan mengenali lingkungan sekitar. Secara
subyektif, semua amanah tadi akhirnya ‘memaksa’ diri keluar dari “zona
nyaman”. Bukan lagi memikirkan pribadi atau bahkan kelompok, akan
tetapi, bagaimana publik sebagai logika utama pertimbangan sikap dan
kebijakan dapat mewarnai keputusan yang diambil harus cepat, tepat, dan
efektif. Itulah idealita yang ingin dicapai, agar masalah dan dilema
yang dihadapi dapat segera dituntaskan.
Di sisi lain, ada obyektifikasi terhadap
fungsi mahasiswa yang menuntut untuk tetap berprestasi dan memiliki
kompetensi. Proporsi terhadap kedua tanggung jawab (subyektif dan
obyektif) inilah yang kelak dapat menjadi kunci keberhasilan sebuah
kepemimpinan dalam hal ini mahasiswa itu sendiri.
Seringkali, aktivis mahasiswa gagal
menerjemahkan kedua tanggung jawab di atas. Imbasnya, gerakan organisasi
yang diusung kurang memiliki kebermanfatan secara luas dan mampu
menggerakkan orang di sekitarnya. Sampai pada titik ini sebenarnya makna
menjadi seorang mahasiswa yang aktif sudah jelas, yakni keteladanan.
Namun, sering terjadi bias antara makna dengan implementasi, disebabkan
kualitas personal para aktivis kampus. Hal ini cukup krusial, ketika
penerimaan terhadap mereka dan idealismenya hanya dapat dipahami oleh
segelintir pihak. Padahal kalau mau jujur, apa yang dibawa dan
diperjuangkan sungguh bernilai dan menjanjikan masa depan yang lebih
baik bagi bangsa ini. Namun, apa mau dikata, nilai, idealisme, dan
substansi peran tidak berarti signifikan di era pencitraan (brand image) seorang pemimpin seperti sekarang. Pernak-pernik berupa latar belakang personal, track record akademis,
hingga kemampuan bahasa asing menjadi penting dan selayaknya perlu
diberi tempat dalam aktivitas para aktivis kampus yang sering didaulat
oleh rekan-rekannya sebagai pemimpin.
Jalan Efektif Kontribusi Mahasiswa: Karya dan Prestasi
Di kampus, mahasiswa diberikan banyak
wadah dan kesempatan untuk berkreasi dan beraksi. Ruang-ruang ekspresi
yang cukup strategis untuk mendukung bangunan sosial ketika akan
berbicara tentang perubahan dan perbaikan. Tanpa basis ekspresi ini,
seorang mahasiswa akan kesulitan untuk mengintegrasikan dirinya dalam
lingkungan sosial yang lebih besar pasca kampus. Oleh karenanya,
optimalisasi peran sudah seharusnya dilakukan, mengingat kompleksnya
zaman yang sedang dan akan dihadapi. Dalam banyak bentuk, ruang-ruang
tadi dapat diterjemahkan melalui aktivitas organisasi, pemberdayaan
masyarakat, riset, kewirausahaan, menulis, seni dan budaya, serta
inovasi (penemuan). Namun, bentuk aktivitas ini tidak cukup hanya
sebatas partisipasi. Karena bila ingin mencapai keaktifan sebatas
kuantitas, otomatis tidak ada yang berbeda dari mayoritas mahasiswa yang
lainnya. Menjadi catatan penting di sini, bagaimana aktivitas pada
wadah-wadah tersebut, memiliki nilai tambah (value added) yang belum atau jarang dilakukan.
- Karya; definisi karya di sini diungkapkan dalam sebuah program atau aktivitas yang dilakukan bersama. Ia layak disebut sebagai sebuah karya ketika mampu menggerakkan, memperbaiki, dan mengubah keadaan yang sudah ada menjadi lebih baik. Sifatnya keberlanjutan, bukan asal baru dan beda. Karena seringkali dalam sebuah lembaga, ketika kepengurusan berganti, maka program yang sudah berjalan pun ikut berganti bahkan mati suri. Sangat ironis, karena perubahan, perbaikan, dan kemajuan sendiri baru akan terealisasi dengan proses dan tahapan tertentu yang meniscayakan waktu yang tidak cepat.
- Prestasi, tanggung jawab subyektif dan obyektif mahasiswa perlu ditempatkan secara proporsional demi menjamin keberlanjutan manfaat diri di tengah-tengah mahasiswa dan masyarakat. Bentuk konkritnya, bisa dilihat melalui identitasnya yang multi. Ia mampu memastikan karya-karya yang ia dedikasikan untuk masyarakat bisa melahirkan kemanfaatan ganda (subyektif dan obyektif), hal ini yang layak disebut masterpiece (karya monumental). Sebagaimana Rasulullah memperoleh gelar Al-Amin, Leonardo da Vinci, yang berkarya dengan Monalisa hingga Albert Einstein yang memiliki Teori Relativitas. Masterpiece yang dimaksud bagi seorang mahasiswa, menempatkannya menjadi referensi dan teladan kolektif bagi rekan-rekannya. Tidak hanya itu, secara tidak langsung karena kemanfaatan dirinya sudah dirasakan, ia memiliki pengaruh dan mampu mereproduksi kepercayaan publik dengan kuat (trust). Sampai pada fase ini, sebenarnya inilah makna peran mahasiswa paling mendasar.
Konsistensi Kontribusi dan Integritas Pribadi
Berkarya mudah, begitu pun dengan
berprestasi. Namun ketika berbicara konsistensi melakukannya, tentu ini
menjadi menarik. Selain membutuhkan energi baru, agar visi perbaikan dan
perubahan yang diusung dapat terealisasi, perlu diimbangi dengan
integritas pribadi. Karena semakin luas kemanfaatan yang diberikan, maka
tantangan yang dihadapi pun semakin besar. Konsistensi kontribusi dan
integritas pribadi sebenarnya mengafirmasi siklus terjadinya interaksi
antara kepentingan individual dan sosial. Bahwa perlu dipenuhinya dua
kebutuhan ini secara bersamaan dan membingkai sebuah pemahaman holistik
bahwa manusia memiliki peran yang tidak tunggal (multiple role).
Kemampuan adaptif dan progresif seperti
ini semakin jarang dimiliki anak negeri. Padahal, kebutuhan masyarakat
akan manusia-manusia seperti ini mutlak sifatnya dikarenakan banyaknya
masalah yang dihadapi dan ekstrimnya perubahan zaman. Untuk menyikapinya
diperlukan kesiapan yang baik meliputi.
- Peta hidup.
Ibarat sebuah tujuan, hidup ini
membutuhkan banyak petunjuk, arah, dan tanda agar kita tidak tersesat.
Kebiasaan menggunakan peta hidup dalam menjalani berbagai aktivitas
harian, bulanan, tahunan, 5, atau 20 tahun sekalipun, membuat kita tetap
fokus dan maksimal menjalani hidup.Seberapa pun besar dan kecilnya
kontribusi yang sudah dilakukan, tidak membuat puas dan lelah untuk
belajar.
- Mentor atau pembimbing
Artinya, orang-orang seperti ini kita
butuhkan untuk membantu kita berkomitmen sampai di tujuan. Mereka sudah
tentu harus lebih baik dari kita dan memiliki kualitas serta kapasitas
yang diakui oleh publik. Diharapkan tidak hanya 1, 2, 5, atau 10 saja,
makin banyak mentor yang mendampingi kita dari beragam perspektif
(militer, entrepeuner, politisi, akademisi, birokrat, dan lainnya) akan
membuat hidup ini lebih aktual.
- Lingkungan
Keberadaan lingkungan amat menunjang
bagi terbentuknya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya
komitmen menjadi lebih baik. Jangan sampai, ketika berada di lingkungan
tempat tinggal, muncul ambivalensi dan inkonsistensi perilaku yang
kontradiktif dengan peran-peran yang sudah dilakukan. Oleh karenanya,
memilih pergaulan penting demi menjaga stabilitas kondisi psikologis.
Semua Berawal di BPPI FE UNS
Masuk ormawa BPPI (Badan Penkajian dan
Pengamalan Islam), sebenarnya sudah direncanakan sejak awal masuk
kuliah. Waktu itu tepat saat osmaru (orientasi mahasiswa baru) khususnya
pengenalan organisasi kemahasiswaan (ormawa) FE UNS, salah satunya
adalah BPPI. Satu per satu memang semua ormawa menampilkan daya tariknya
terkait dengan kegiatan-kegiatannya yang menarik. Namun, satu ormawa
yang menarik dibenak saya adalah BPPI, karena ormawa FE ini adalah salah
satu ormawa ke-Islam-an tertua di kampus saya, yang menjadi kiblat bagi
ormawa ke-Islam-an lainnya terbentuk di semua fakultas hingga tingkat
universitas atau pusat. Selain itu, saya melihat banyak kegiatan BPPI
baik di internal dan eksternal fakultas memberikan pengaruh yang positif
bagi mahasiswa khususnya, dan juga menjadi inspirasi bagi oramawa
ke-Islam-an fakultas lainnya. Yang menarik pula, saya mengamati
alumni-alumni BPPI, ketika pasca kampus banyak diantara mereka yang
masih memberikan pengaruh positif dimana mereka tinggal. Inilah menjadi
beberapa catatan penting bagi saya untuk bergabung di dalam BPPI guna
mengoptimalkan semua potensi yang saya miliki dan dapat ikut
berkontribusi aktif di tengah masyarakat.
Cita-cita untuk bergabung di BPPI FE UNS
terwujud dan teruji pertama kali lewat aktivitas Seminar Nasional atau
Tablig Akbar “Kekuatan Sedekah”. Acara berlangsung sukses dan berjalan
lancar sesuai dengan harapan semua pihak. Pelajaran pertama yang begitu
berharga, walaupun intensitas saya tidak terlalu dalam di sana. Saya
hanya berusaha mengingat dan mencatat detail satu persatu bagian-bagian
vital yang mesti dipastikan ketika akan melaksanakan agenda seperti ini.
Setelah acara selesai, aktvitas bidang
bergulir seperti biasanya, kami langsung terjun dalam beberapa aktivitas
kajian lembaga untuk menganalisis berbagai problematika umat yang
sedang terjadi, tentunya dalam koridor Islam. Alurnya sederhana, yakni
riset-kajian-aksi atau aksi-kajian-riset. Skema ini dibentuk dengan
pertimbangan karena permasalahan yang sangat cepat, dan yang dihadapi
cukup banyak serta kompleks, sementara sumber daya sangat terbatas.
Selain itu pula, kegiatan-kegiatan yang secara langsung terjun ke
masyarakat kami lakukan seperti mengelola dusbin demi terciptanya insan
yang Islami di tengah problematika masalah yang kompleks masyarakat
setempat.
Indeks Prestasi dan Beasiswa
Pertanggungjawaban individual sebagai
bagian dari kondisi subyektif amanah yang juga sebagai seorang anak
kepada orang tua mutlak dilaksanakan. Salah satu bentuknya adalah nilai
dan prestasi akademik yang baik. Sejak awal, tanpa disadari, dalam diri
kita sudah melekat banyak peran (multiple role). Bila ini tidak
dikelola dengan baik, tentu akan menjadi bumerang di kemudian hari.
Kemampuan menyeimbangkan peran-peran ini dalam diri saya sebenarnya
tidak didukung dengan kondisi yang ideal.
Pertama, perlu banyak energi untuk
membagi diri dalam peran-peran di kampus, organisasi dan komunitas.
Kedua, semuanya dipelajari sendiri, tanpa ada keluarga, saudara, maupun
mitra sebagaimana ketika bersekolah. Latar belakang inilah yang memacu
untuk tetap maksimal di bangku akademik, karena kuliah di jurusan
manajemen merupakan salah satu impian yang sudah diperoleh dengan tidak
mudah.
Akhirnya penantian itu perlahan terjawab walaupun belum tuntas, dua semester Indeks Prestasi Semester (IPS) saya mampu cumlaude
di tengah aktivitas yang semakin butuh banyak energi. Dengan IP
Semester di atas 3 membuat saya mendapatkan beasiswa dari salah satu
perusahaan swasta di Sumatera.
Keadaan ini membuat pola hidup menjadi
sedikit berubah. Selain jadwal makin padat, jarak tempuh antara kampus
dan tempat tinggal semakin jauh. Mayoritas semua tujuan dihampiri dengan
berjalan kaki. Karena di Solo, angkutan belum melayani semua jalur dan
terbatas. Sering saya lalui jalan-jalan di kota budaya ini hingga larut
karena berbagai rutinitas yang dilakukan. Lelah pasti, bosan apalagi,
namun bila dinikmati dan dimaknai ini menjadi pendewasaan yang cukup
berarti karena tidak bisa dicari dan dibeli.
Penutup
Dari pengalaman penulis di atas sehingga
mebentuk pemahaman yang mendasar, penulis dapat mengambil pelajaran
bahwa setiap manusia di dunia ini memiliki tanggung jawab masing-masing
yang harus diemban dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Tak terkecuali para mahasiswa yang
notabene-nya adalah seorang intelektual muda yang memiliki segudang
tanggung jawab pada diri sendiri, lingkungan, dan negaranya. Berdasarkan
pengalaman penulis di atas sampai saat ini, penulis mencoba memahami
secara komprehensif bahawa peran dan tanggung jawab mahasiswa seutuhnya
yaitu: sebagai iron stock, agent of change dan moral force. Sebagai iron stock
maksudnya mahasiswa dituntut dapat berperan menjadi cadangan kaum
intelektual bangsa. Beranjak dari lingkungan akademis kampus mahasiswa
dipersiapkan untuk menjadi intelektual-intelektual yang pada gilirannya
nanti dapat mengaplikasikan kompetensinya untuk menjawab tantangan
globalisasi kedepan dan memajukan bangsa ini.
Selanjutnya sebagai agent of change,
mahasiswa dapat berpartisipasi aktif dalam perubahan bangsa ini melalui
gerakan-gerakan mahasiswa, misalnya pengaruh globalisasi dan
perdagangan bebas, mahasiswa melalui pergerakannya dapat mempengaruhi
kebijakan pemerintah meskipun tidak bisa secara langsung mengubah
kebijakan tersebut paling tidak mahasiswa mampu memberikan
masukan-masukan dan solusi terbaik yang dapat dilaksanakan oleh
pemerintah selaku pemegang kekuasaan. Dan terakhir sebagai moral force, mahasiswa diharapkan bisa menggalakan moralisasi terutama bagi pemerintah sebagai stakeholder utama pemerintahan.
Apabila ketiga peran benar-benar
dimaknai sebagai peran dan tanggung jawab bagi seluruh mahasiswa
Indonesia, bukan tidak mungkin, penulis yakin kejayaan dan kesejahteraan
bangsa ini benar-benar terwujud, bukan lagi menjadi angan-angan
pesimistis.
-semoga bermanfaat, kaum Mahasiswa-
Salam,
Anggel D. Satria
0 comments :
Posting Komentar