“Pada
suatu hari di tahun ketiga kuliahku, 1978,” tulis Mitch Albom dalam Tuesday with Morrie, “Profesor Morrie
Schwartz berkata bahwa dia mempunyai satu latihan yang harus kami coba. Kami diminta
berdiri tegak, membelakangi teman sekelas kami yang berkerumun agak jauh. Kami lalu
disuruh menjatuhkan badan ke belakang, mempercayakan diri kepada kawan-kawan
yang berada di sana untuk menangkap tubuh kami.”
“Kebanyakan
di antara kami tidak merasa tenang. Maka kami menjatuhkan diri dengan
takut-takut, tidak bebas, dan bahkan melompat serta menjejakkan kaki meski baru
miring beberapa derajat. Kami menutupi rasa malu kami dengan tertawa.”
“Akhirnya
tampillah seorang mahasiswi, kurus, pendiam, berambut warna gelap yang
sehari-hari nyaris selalu memakai sweater ala nelayan berwarna putih kedodoran.
Dia menyilangkan lengan di depan dada, memejamkan mata, kemudian menjatuhkan
diri ke belakang tanpa ragu-ragu. Tubuhnya lurus. Dia sama sekali tak
melengkungkan badan mendahulukan pinggul seperti kami tadi yang takut-takut.”
“Sesaat
kemudian kami khawatir bahwa dia akan berdebam membentur lantai. Tapi pada
detik terakhir, pasangan kawan yang ada di belakangnya bergerak begitu cepat
menahan pundak dan kepala mahasiswi yang jatuh bebas itu lalu membuat tegak
kembali. Kami semua terpekik, lalu bersorak. Dan kemudian hampir serentak, kami
bertepuk tangan.”
Professor
Morrie tersenyum.
“Kau
lihat,” ujarnya kepada mahasiswi itu dengan mata berbinar, “Kau memejamkan
mata. Itulah bedanya. Kadang-kadang kita tidak boleh percaya pada apa yang kita
lihat. Kita harus percaya pada apa yang kita rasakan. Dan jika kita ingin agar
orang lain mempercayai kita, kita juga harus merasa bahwa kita bisa mempercayai
mereka, bahkan meski kita sedang dalam kegelapan. Bahkan ketika kita sedang
jatuh.”
Tutuplah
mata, bukalah hati nurani dan jiwa, kala kau berat melaksanakan perintah-Nya.
karena terkadang pandangan mata hanya ilusi yang seolah menambah berat dalam
meniti jalan-Nya. Padahal melalui jiwa dan nurani yang suci, kita akan tau,
bahwa jalan-Nya adalah yang terbaik, dan titah-Nya adalah yang terbaik pula.
Belajarlah
percaya pada temanmu sebelum kau menyuruh mereka percaya padamu. Meski kau
sedang dalam kegelapan, meski kau sedang terjatuh.
Diambil
dari : Dalam Dekapan Ukhuwah, Salim A. Fillah.
0 comments :
Posting Komentar