RWANDA (Berita SuaraMedia) – Sebuah film mengenai kisah komunitas Muslim
Rwanda dalam peristiwa genosida tahun 1994 terhadap etnis Tutsi saat
ini sedang dalam proses syuting di Rwanda.
Pengambilan gambar dari film "Kinyawanda" oleh Ishmael Ntihabose dan
Alrick Brown dimulai pada tanggal 14 November dan menurut jadwal akan
berakhir sekitar tanggal 7 Desember. Film ini rencananya akan beredar
pada tahun 2010.
Saat genosida Rwanda tahun 1994, ulama Kigali, pemimpin Muslim yang
paling dihormati di negara tersebut, mengeluarkan sebuah fatwa yang
melarang kaum Muslim berpartisipasi dalam pembunuhan etnis Tutsi.
Ketika negara tersebut menjadi tempat pembantaian, Masjid-masjid menjadi jujugan para pengungsi di mana kaum Muslim dan Kristen, Hutu dan Tutsi bersatu untuk saling melindungi.
Produser eksekutif Ntibose mendasarkan film itu pada kesaksian nyata
para korban selamat yang mengungsi di Masjid Besar Kigali dan madrasah
Nyanza.
Film itu menyatukan enam kisah berbeda yang membentuk satu narasi
besar yang memberikan penggambaran paling nyata dan kompleks namun
memperlihatkan daya tahan manusia dan kehidupan selama genosida. Dengan perpaduan para karakternya, film ini memberikan penghormatan bagi banyak orang, menggunakan suara dari sedikit orang.
Produser film AS Darren Dean, yang baru-baru ini berada di negara tersebut untuk menggarap proses syuting Kinyarwanda, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan The Times bahwa itu adalah pertama kalinya ia datang ke Afrika.
Ia juga mengatakan bahwa ia dapat melihat adanya potensi besar dari
film itu, karena Kinyarwanda adalah sebuah film baru yang didasarkan
pada genosida Rwanda, dan membawa elemen-elemen penyatu dan rekonsiliasi
di antara komunitas Muslim dan penduduk Rwanda sendiri.
Film yang didanai oleh Instrumen Demokrasi dan HAM Eropa Komisi Eropa
dan diproduksi oleh Asosiasi Muslim Rwanda (AMUR) ini dibintangi oleh
Cassie Freeman (bintang film "Inside Man" dari Spike Lee) sebagai Letnan
Rose Kabuye. Tiga puluh enam pelajar film dan 14 pembuat film
internasional juga menjadi bagian dari kru produksi.
Sutradara Brown lahir di Kingston, Jamaica. Ia adalah seorang aktor, sutradara, dan produser.
Brown telah mengerjakan beberapa serial dan drama. Ia menyutradari
"Us: A Love Story", memproduksi "Death of Two Sons" dan berakting di
"The Man in the Silo".
Tanggal 6 April 1994 adalah hari pertama genosida yang disponsori
oleh pemerintah di mana ekstremis enits hutu membunuh 800.000 minoritas
Tutsi dan Hutu moderat.
Sejak genosida itu, penduduk Rwanda telah banyak yang masuk agama
Islam. Kaum Muslim kini membentuk sekitar 14% dari total 8.2 juta
populasi negara paling Katolik di Afrika itu, dua kali lipat lebih
banyak daripada ketika sebelum pembunuhan terjadi.
Banyak mualaf yang mengatakan bahwa mereka memilih Islam karena peran
yang dimainkan oleh para pemimpin Katolik dan Kristen dalam genosida
tahun 1994. Kelompok-kelompok pembela HAM telah mendokumentasikan
beberapa insiden di mana pemuka agama Kristen mengijinkan etnis Tutsi
mengungsi di dalam gereja kemudian menyerahkan mereka ke pasukan
pembunuh Hutu. Ada juga contoh-contoh ketika para pendeta Hutu mendorong
kongregasinya untuk membunuh etnis Tutsi. Kini, beberapa gereja menjadi
tempat peringatan bagi banyak orang yang dibantai di sana.
Empat pemuka agama mendapat tuntutan genosida di Pengadilan Kriminal
Internasional PBB untuk Rwanda, dan tahun lalu di Belgia, mantan
penguasa kolonial Rwanda, dua biarawati Rwanda didakwa melakukan
pembunuhan atas peran mereka dalam pembantaian 7.000 etnis Tutsi yang
mencari perlindungan di sebuah biara Benedictine.
Sebaliknya, banyak pemimpin dan keluarga Muslim yang dihormati karena
telah melindungi dan menyembunyikan mereka yang melarikan diri.
Beberapa pihak mengatakan bahwa kaum Muslim melakukannya karena agama
mereka melarang keras pembunuhan, meskipun doktrin Kristen juga
mengajarkan hal yang sama. Yang lain berpendapat bahwa kaum Muslim tidak
menjadi target pembunuhan Hutu dan tidak merasa takut untuk melakukan
sesuatu yang menurut mereka adalah hal terhormat.
"Saya tahu orang-orang di Amerika menganggap Muslim adalah teroris,
namun bagi rakyat Rwanda mereka adalah pejuang kebebasan kami selama
masa genosida," ujar Jean Pierre Sagahutu, 37, seorang Tutsi yang masuk
Islam dari agama terdahulunya Katolik setelah ayah dan sembilan anggota
keluarganya yang lain dibunuh. "Saat itu saya hendak bersembunyi di
gereja, namun itu adalah tempat yang paling buruk untuk bersembunyi.
Sebaliknya, seorang keluarga Muslim menampung saya. Mereka menyelamatkan
hidup saya."
Sagahutu mengatakan bahwa ayahnya bekerja di sebuah rumah sakit di mana ia menjadi teman sebuah keluarga Muslim. Mereka menampung Sagahutu, meskipun mereka adalah etnis Hutu. "Saya melihat mereka melakukan sholat lima kali dalam sehari. Saya makan bersama mereka dan saya melihat bagaimana mereka menjalani hidup," ujarnya. "Ketika mereka beribadah, etnis Hutu dan Tutsi berada di Masjid yang sama. Tidak ada perbedaan. Saya ingin melihat hal itu." (rin/wb/rr)
Assalamu 'alaykum
BalasHapusSilakan buka Ms. Word/ yang sejenisnya di PC antum. Kemudian ikuti petunjuk dibawah ini :
1. Ketik Q33 NY, ini adalah nomor penerbangan pesawat pertama yang menabrak WTC 9/11 2001.
2. Tebalkan (bold) Q33 NY.
3. Ganti ukuran font menjadi lebih besar (disarankan 48 atau 72).
4. Ganti jenis font menjadi WINGDINGS
Tragedi WTC adalah mutlak rekayasa untuk mendoktrin bahwa ISLAM adalah teroris